Indonesia mempunyai tahun-tahun penting yang akan terus
terekam di ingatan kolektif masyarakat. Jika ditanya, khalayak tentu akan
mengingat tahun-tahun krusial seperti 1945, 1965 dan 1998 yang kental dengan distingsi
perkara sosial-politik yang serius. Di luar perihal sosial politik tersebut,
ada juga warsa-warsa prinsipil yang penuh dengan euforia spektaluler. Misalnya
saja pada tahun 1986 di mana Indonesia nyaris saja masuk ke dalam Piala Dunia
dengan tuan rumah Meksiko. Tentu kebanyakan orang Indonesia bungah sekali kala
itu.
Mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela pun sempat
menyebut bahwa olahraga adalah merupakan peranti yang bisa menyatukan sebuah
bangsa. Bahkan menurut Mandela, olahraga memiliki kekuatan untuk mengubah
dunia. Kita tahu bahwa olahraga yang paling tersohor dan masih menjadi nomor wahid
di Indonesia ialah sepak bola. Sampai sekarang ini, mayoritas masyarakat
Indonesia masih kepingin Indonesia menjadi kampiun di Piala Dunia.
Berbagai siasat dan probabilitas telah ditempuh Indonesia
supaya bisa menjadi kontestan Piala Dunia. Namun yang paling mendekati realitas
yaitu pada tahun 1986. Kala itu, Indonesia masuk ke dalam grup kualifikasi
Piala Dunia dan ada pada zona 3B Konfederasi Sepak Bola Asia alias AFC bersama
India, Bangladesh hingga Thailand. Walau dibilang berisi pemain jempolan,
Timnas asuhan Sinyo Aliandoe tersebut pada akhirnya bertekuk lutut saat
menghadapi Korea Selatan, ketika memasuki babak kedua Zona B AFC. Pupus sudah
harapan bangsa Indonesia untuk masuk ke dalam kontestasi Piala Dunia itu.
Setelah mengundi keberuntungan di turnamen kualifikasi Piala
Dunia, Timnas Indonesia masih punya intensi besar di turnamen di Asian Games 1986. Akhirnya Timnas berhasil
menapaki babak semifinal Asian Games 1986. Tak berhenti di situ, pada ajang South East Asian (SEA) Games 1987, Merah Putih pun berkibar di
perhelatan internasional tersebut. Indonesia meraih medali emas setelah
menaklukkan Malaysia di partai final. Beberapa pengamat sepak bola pun menyebut
Timnas Indonesia bentukan tahun 1986 merupakan yang paling perkasa sejauh ini,
jika hasilnya dilihat dari trofi antarbangsa.
Di samping itu, di tahun 1986 Indonesia juga tercatat telah
menjadi tuan rumah untuk Far East and
South Pasific Games for the Disabled (Fespic Games), yakni cikal bakal Asian Para Games. Kota Surakarta dipilih
sebagai lokasi penyelenggaran perhelatan tersebut. Sarana dan prasarana pun
dipersiapkan guna menunjang kejuaraan sport
internasional itu, mulai dari renovasi sampai peremajaan Stadion Sriwedari. Boleh
dikatakan, tahun 1986 merupakan tahun-tahun istimewa bagi performa olahraga
nasional.
Di ranah sains pun Indonesia juga memiliki prestasi yang membesarkan
hati. Pratiwi Sudarmono terpilih sebagai astronot perempuan pertama di Indonesia
dan Asia, yang diberi misi untuk terbang ke luar sawang langit. Di tahun 1986,
Pratiwi memang dijadwalkan akan mengangkasa. Namun pada tanggal 28 Januari
1986, telah terjadi insiden meledaknya pesawat ulang-alik Challenger. Atas
kejadian itu, seluruh penerbangan ke luar bumi menjadi dibatalkan. Walau tak
sempat ke luar bumantara, prestasi Pratiwi telah menjadi torehan sejarah yang
tak terlupakan.
Lalu bagaimana dengan situasi jagat internasional pada tahun
1986? Ada beberapa afair yang langsung berhubungan dengan Indonesia, misalnya
insiden pesawat ulang-alik Challenger yang membuat astronot kebanggan Indonesia
gagal bertugas. Adapula peristiwa esensial yang terjadi di tahun 1986 dan berimplikasi
ke Indonesia beberapa tahun setelahnya.
Peristiwa global yang paling prominen di tahun 1986 adalah
gerakan sosial people power, yang
pertama kali terjadi di Filipina pada bulan Februari. Revolusi sosial damai ini
berlangsung sebagai akibat dari protes rakyat Filipina yang melawan Presiden
Ferdinand Marcos, di mana telah bertakhta selama dua dasawarsa. Demonstrasi
rakyat yang diinisiasi oleh Corazon Aquino --istri pemimpin oposisi Benigno
Aquino Jr, itu meminta secara paksa agar presiden Marcos turun.
Kejadian di Filipina ini tentunya turut berimbas ke
Indonesia beberapa tahun setelahnya. Pada Mei 1998, rezim Presiden Soeharto terguling
karena dipicu oleh demo besar mahasiswa dan rakyat semacam itu, terlebih juga
buntut dari adanya krisis moneter sejak Juli 1997.
Selain itu, 1986 selalu identik dengan detonasi reaktor
Chernobyl di Ukrainia. Peristiwa ini dinobatkan sebagai kecelakaan reaktor
nuklir terburuk dalam sejarah. Tragedi ini terjadi pada tanggal 26 April 1986 di
pagi hari waktu Uni Soviet/Ukraina dan menyebabkan tersebarnya isotop
radioaktif dalam jumlah besar ke atmosfer di seluruh kawasan Uni Soviet bagian
barat serta Eropa. Akhirnya ribuan penduduk diungsikan ke kota lain yang jauh
dari jangkauan radiasi.
Tahun 1986 merupakan tahun yang mencatat peristiwa penting
bagi Indonesia dan dunia. Kita lihat, banyak alterasi yang terjadi secara
sosial, politik dan saintifik pada tahun tersebut. Kita tidak tahu apakah tahun
2020, sekarang ini, akan menjadi tahun yang bersejarah bagi Indonesia atau
tidak. Tapi yang pasti, tahun ini dunia mengalami transformasi yang besar ekses
pandemi virus COVID-19. Dan di Indonesia sendiri, telah menjadi negara yang
paling terdampak akibat pagebluk tersebut. Kini, di penghujung 2020, situasi
sosial kembali memanas di Indonesia setelah disahkannya RUU Cipta Kerja yang
dinilai tak adil pada klaster tenaga kerja dan tentu berdampak buruk bagi
lingkungan hidup. Dengan segala sengkarutnya, mungkin saja tahun 2020 akan
begitu bersejarah di Indonesia di kemudian hari. Mungkin sekali.