Saat ini kita sudah di penghujung dekade 2010’s yang penuh dengan progresifitas teknologi komunikasi dunia. Selama sepuluh tahun terakhir dari 2010-2019 manusia beradaptasi perkembangan dengan teknologi informasi yang kian sulit dibendung. Kita sekuat tenaga berusaha bagaimana cara mengikuti perkembangan ini dengan baik, tidak tertinggal ataupun terseret. Teknologi komunikasi ini menyebar tidak pandang bulu dan dampaknya begitu terasa. Tidak hanya orang dewasa saja, tapi anak-anak juga ikut larut dalam pusaran akses tanpa batas ini.
Pihak yang paling terdampak oleh terpaan teknologi informasi sedemikian canggih ini adalah generasi alpha yang lahir di antara tahun 2010 – 2024. Generasi ini mendapatkan pengaruh besar atas perkembangan teknologi komunikasi di usia yang masih anak-anak. Cukup besar tantangan yang dihadapi oleh generasi alpha ini. Generasi alpha, khususnya di ibukota, misalnya Jabodetabek atau kota besar di Indonesia lainnya tidak sempat merasakan era transisi teknologi, dari konvensional ke modern atau dari analog ke digital. Berdasarkan riset lembaga penelitian sosial di Australia McCrindle, menunjukkan sekitar 2,5 juta generasi alpha lahir setiap minggu di seluruh dunia.
Dapat dikatakan, generasi alpha ini adalah generasi yang supercepat. Bagaimana tidak, generasi yang lahir saat teknologi informasi sudah tumbuh sangat cepat dalam genggaman. Generasi ini juga yang paling minim angka gagap teknologi alias gaptek-nya. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, generasi alpha adalah generasi yang paling cerdas yang cenderung lebih aktif dalam mengakses informasi apapun dan dimanapun. Ibarat kata, mereka sudah pandai sedari lahir dengan sikap kritis yang tinggi.
Atas terpaan teknologi sedari dini tersebut akan cenderung membuat generasi alpha minim bersosialisasi secara konvensional. Yaitu, intensitas tatap muka dan berinteraksi dengan lingkungan menjadi menurun dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih sering terpapar oleh gadget, karena piranti tersebut sudah cukup memberikan segalanya bagi mereka. Untuk itu, perlu pendidikan terhadap generasi alpha sedini mungkin, supaya intensitas sosialisasi terhadap lingkungan mereka menjadi lebih baik.
Pendidikan Sedini Mungkin
Generasi alpha perlu diarahkan sedini mungkin supaya tidak hanyut dalam putaran roda informasi sekarang ini. Bagaimanapun juga, anak-anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dalam mengakses informasi. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, generasi alpha perlu pendidikan sedini mungkin supaya mereka tidak salah arah dalam memanfaatkan teknologi informasi ini. Hal ini dilakukan supaya pemanfaatan teknologi oleh anak-anak tersebut dapat lebih maksimal dan membawa ke perilaku yang positif.
Salah satu lembaga yang menyediakan pendidikan anak sedini mungkin adalah institusi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dapat dikatakan PAUD adalah lingkungan yang menjadi pintu gerbang paling awal sebuah perilaku anak terbentuk. Tentunya, PAUD yang bermutu akan menyediakan pembelajaran yang baik dan modern yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan anak sedari dini ini akan menentukan masa depan anak ketika remaja dan dewasa kelak. PAUD yang modern, tentunya memiliki pola asuh dan pendidikan yang mutakhir, menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.
Seringkali kita dengar pernyataan yang muncul di masyarakat bahwa : “anak jaman sekarang lebih cepat dewasanya”. Pada dasarnya untuk membuktikan ini perlu riset, tapi apabila diamati secara common sense, pernyataan tersebut ada benarnya juga. Bagaimana tidak, sejak kecil generasi alpha sudah terbiasa mengakses rasa keingintahuannya secara mandiri dan mereka cenderung mendapatkan informasi yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Arus informasi yang begitu deras ini sudah mereka dapatkan sedari dini, dan hal ini yang mempengaruhi pada perilaku mereka yang cenderung kritis, egois dan instan.
Di PAUD sendiri perlu menerapkan pola asuh dan pendidikan yang menekankan pada hubungan antar individu dengan lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menjunjung norma dan etika di masyarakat. Misalnya memberikan pendidikan agama, sopan santun dan menanamkan nilai-nilai kekeluargaan sedini mungkin. Selanjutnya perlu juga untuk mengajarkan supaya anak tidak memiliki pandangan yang instan untuk mencapai suatu tujuan. Ajarkan anak supaya anak memiliki kemauan untuk berjuang, tidak mudah putus asa dan bosan. Dan yang terakhir tentunya, bagaimana mereka dapat bersosialisasi secara etis di masyarakat ini.
Selain masalah pendidikan tentang sosialisasi, perlu juga pendidikan mengenai teknologi beserta pemanfaatannya. Gadget dalam genggaman menyajikan paket komplit dalam kehidupan, yaitu sebuah hiburan yang bebas kapan saja dapat dipakainya secara nonstop. Hal ini yang perlu menjadi perhatian bagi para pengajar di PAUD sendiri. Di PAUD sendiri perlu diajarkan supaya pola pikir anak terhadap gadeget bukan hanya hiburan, melainkan sarana untuk belajar atau bermain permainan yang edukatif.
Dapat dikatakan bahwa, PAUD merupakan wahana perkenalan anak-anak untuk mengetahui e-learning. Hal ini dikarenakan, ketika anak-anak menginjak pendidikan selanjutnya, media pembelajaran akan semakin mutakhir. Tentunya anak-anak perlu diajarkan dengan metode pembelajaran berbasis teknologi dalam genggaman dan serba digital ini. Diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tren positif terkait kebutuhan akan pendidikan online (e-learning). Menurut data Docebo.com, total market e-learning ada US$ 51,5 miliar pada tahun 2016 dengan angka pertumbuhan rata-rata per tahun 7,9% di seluruh dunia (Marketeers, 2016).
Optimalisasi Pengenalan E-Learning
Seperti yang disampaikan oleh Gilbert & Jones (2001) dan Michael (2013), e-learning merupakan segala bentuk aktivitas pembelajaran yang memanfaatkan media elektronik untuk belajar. Hal tersebut sesuai dengan singkatan “E” pada istilah “E-Learning” yang artinya elektronik. Pembelajaran modern ini menjadi penting mengingat saat ini dunia digital membawa perubahan yang besar terhadap cara manusia belajar.
Menurut data elearningindustry.com, industri pendidikan online di Indonesia menempati urutan ke-8 di seluruh dunia. Berdasarkan jumlah permintaan market e-learning setiap tahunnya, yaitu sebesar 25 persen. Lebih besar dari rata-rata di Asia Tenggara sebesar 17,3 persen (Wartakota, 2019). Saat ini, kita dapat belajar dimana saja dan tidak terbatas pada waktu dengan platform digital tersebut. Sehingga, semakin cepat orang belajar dan semakin banyak yang dipelajari, membuat informasi yang diterima menjadi kaya.
Kedepannya, perkembangan teknologi komunikasi akan sangat mempengaruhi gaya belajar anak-anak. Generasi alpha ini pastinya akan lebih cepat mengenal pembelajaran e-learning ketika menginjak pendidikan dasar. Seperti diketahui, sepanjang tanhun 2015-2019 ini telah bermunculan suatu teknologi pembelajaran berbasis online yang menawarkan kemudahan belajar melalui aplikasi. Pembelajaran seperti ini jelas lebih praktis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, karena anak-anak dapat belajar kapanpun dia mau. Atas teknologi belajar online ini, ruang dan waktu bukan lagi menjadi batasan untuk belajar.
Berdasarkan kebutuhan terhadap akses informasi yang cepat dan berkualitas, mendorong munculnya inovasi dalam dunia pembelajaran. Penggunaan e-learning dalam pembelajaran menurut riset-riset terbaru memberi dampak positif terhadap proses dan hasil belajar. Berdasarkan kajian-kajian, tidak mengherankan mengapa e-learning digunakan oleh berbagai perguruan tinggi dan instansi baik negeri maupun swasta di Indonesia dan mancanegara. Tentunya, pengenalan e-learning ini perlu dilakukan sedini mungkin saat anak-anak di tahapan pendidikan paling awal, yaitu PAUD.
#appletreebsd
Dani Satria
Kendal, Jawa Tengah.
Sumber Referensi:
https://wartakota.tribunnews.com/2017/12/09/indonesia-menempati-urutan-ke-8-untuk-kebutuhan-e-learning diakes pada tanggal 27 Agustus 2019, pukul 16:19 WIB.
https://marketeers.com/e-learning-semakin-diminati/ diakses pada tanggal 27 Agustus 2019, pukul 16:27 WIB