Minggu, 29 April 2012

The Manifesto of Irrationalist

Di tengah gerak cepat globalisasi yang didukung oleh revolusi teknologi informasi, pemuda diyakini sebagai kelompok paling tergerus oleh pergeseran budaya yang semakin hedonis dan konsumtif. Keyakinan tersebut bukan tanpa dasar, sebab pemuda adalah kelompok masyarakat terdidik yang memiliki kemampuan tinggi dan waktu luang untuk mengakses budaya globalisasi melalui kecanggihan teknologi informasi. Jika pemuda tidak memiliki paradigma kritis-transformatif dalam membaca gerakan globalisasi, bukan tidak mungkin kita akan kehilangan karakter keindonesiaan di dalam jiwa generasi bangsa. Berawal dari latar belakang tersebut, karya Hardiat Dani Satria ini mencoba memberikan alternatif dalam membaca gerakan ekspansi globalisasi yang mendoktrinkan budaya egosentrisme dan kapitalisme, sebab diyakini telah melahirkan kekacauan budaya di dunia, dan merusak pluralitas serta kearifan budaya di sudut-sudut bumi. Tanpa berpretensi menggurui, buku ini akan membuka keluasan berpikir kita, terutama kaum muda, dalam melihat kedahsyatan realitas dunia yang tak pernah selesai diteliti hingga kapan pun. Secara umum, buku yang berjudul “The Manifesto of Irrationalist” ini merupakan sebuah pandangan politik modern tentang negara Indonesia pada awal dan akhir dekade 2011. Ia mengulas berbagai kasus yang terjadi di Indonesia untuk dicarikan solusinya. Di luar kebuntuan jalan, filsafat irasionalitas juga dieksplorasi sebagai nilai agung yang mendasari manusia dalam menjalani kehidupan. Melalui buku ini, pemuda Indonesia diharapkan mampu menjadi pribadi yang arif, bijaksana, dan kembali kepada pemikiran primordial bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika untuk memandang segala sesuatu yang menghadang dalam konteks negara. Sebab, konsep Bhinneka Tunggal Ika diyakini sebagai suatu sistem irasional yang dapat digunakan secara universal di dunia untuk menjadi alternatif kebuntuan pluralitas. Selamat berkontemplasi. Judul: The Manifesto of Irrationalist Penulis: Hardiat Dani Satria Tebal: viii + 150 halaman Ukuran 14 x 20 cm Penerbit: Titah Surga, 2012 http://titahsurga.com/the-manifesto-of-irrationalist/

Sabtu, 28 April 2012

Membangun Daya Tarik Ekonomi di Luar Ibu Kota

Urbanisasi merupakan masalah kompleks yang sangat sulit diselesaikan. Hal ini karena keinginan dan perilaku manusia memang tak semudah diatur dengan menggunakan sistem yang antropologis. Sistem tersebut seharusnya juga dapat menjadi solusi kebutuhan mereka secara materi dan kejiwaan manusia tersebut. Perilaku urbanisasi sebetulnya didasarkan oleh masalah ekonomi dan tuntutan globalisasi yang dipandang adalah gaya hidup kota. Pola pikir masyarakat memang selalu berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman.Faktor kejenuhan generasi baru dengan kegiatan yang monoton di pedesaan merupakan titik acuan untuk melakukan perubahan yang diyakininya sebagai cara untuk menjadi manusia modern. Hal ini dipengaruhi oleh berkembangnya media informasi yang sekarang sudah merambah di daerah-daerah yang sangat membuat masyarakatnya tertarik untuk mengikuti dan mencari sumber pusat informasi: “kota”. Solusi untuk menjawab tantangan ini adalah dengan mengalihkan daerah transmigrasi ke tempat yang tidak terlalu terpencil dan masih dalam jangkauan pusat perusahaan berbasis agribisnis di luar Pulau Jawa. Contohnya di Sumatera terdapat perusahaan perkebunan raksasa kelapa sawit di Riau.Itu merupakan sumber ekonomi yang membutuhkan pekerja yang sangat banyak. Sumber daya manusia transmigrasi ini dapat membantu berkembangnya perusahaan ini dan penyerapan tenaga kerja juga menjadi sangat efektif. Pemerintah seharusnya memindahkan transmigran ke daerah yang relatif kota agar tidak terjadi kesenjangan sosial karena sebagian besar transmigran berasal dari perkotaan yang penduduknya meledak. Bila transmigran dilokasikan ke daerah terpencil, meskipun dengan tanah yang luas, hal ini tidak akan bertahan lama.Kebiasaan para transmigran yang dari perkotaan tidak sesuai bila diterapkan ke ladang seperti bertani.Hal ini akan sangat susah diatur dan membuat para transmigran akan menjual tanah pemberian itu dan kembali ke kota dengan profesi yang praktis seperti biasa. Pemerintah perlu melakukan kerja sama dengan perusahaan di luar Pulau Jawa untuk menjadi penampung sumber daya manusia. Perusahaanlah yang menjadi sumber dan daya tarik ekonomi di suatu daerah.Penempatan ini akan membuat kondisi perekonomian perusahaan akan berkembang karena terdapat SDM yang memadahi.Jika hal ini bisa berhasil, perekonomian di daerah bisa berkembang.

Minggu, 22 April 2012

Budaya Mencari Kambing Hitam

MARAKNYA kekerasan massa yang terjadi akhir-akhir ini berdampak pada kondisi psikis masyarakat tentang suatu keamanan di negara kita. Kita telah menyaksikan beberapa berita kekerasan massa di Tarakan, bahkan di Jakarta, dan sebagainya, yang dapat mengganggu keresahan masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Kekerasan sepertinya merupakan cara paling efektif untuk menyelesaikan masalah di negeri ini. Kekerasan di dunia kerja, akademik, dan masyarakat, merupakan bukti bahwa premanisme adalah budaya masyarakat demi menjadi paling hebat, bahkan penguasa. Sikap yang tidak mau mengalah ini menyebabkan susah dicarinya suatu titik temu masalah dengan cara damai. Dengan memuaskan ego dan tidak melihat sudut pandang yang berbeda akan menghancurkan suatu kebijaksanaan. Demi memenuhi semua hak yang harus diperoleh, mereka rela melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Padahal suatu kewajiban yang seharusnya dipenuhi selalu dilupakan: Kita hidup di masyarakat yang heterogen dan seharusnya kita hidup berdampingan. Masyarakat kita memang belum bisa menghormati sesuatu seperti perbedaan pendapat dan perselisihan. Meskipun kita hidup di masyarakat heterogen, kita harus punya prinsip dalam masyarakat, yaitu bagaimana kita harus bisa hidup di kondisi yang plural seperti ini. Ini merupakan prinsip agar kondisi masyarakat yang ditinggalinya bisa stabil dan setiap ada konflik dapat diselesaikan dengan damai. Jika suatu konflik tak dapat diselesaikan dengan damai, biarlah pemerintah dan lembaga hukum yang menanganinya. Kita harus menghargai itu meskipun tidak adil. Ketidakadilan pemerintah dalam menyelesaikan suatu kasus menjadi pemicu suatu pertikaian massa. Suatu keadilan ditinjau dari segi sosiologis memang bersifat nisbi. Akan tetapi, kitalah yang selalu ingin menang dan sulit menerima kekalahan adalah bukti kita menganggap suatu keadilan menjadi suatu yang mutlak dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, hukum yang sebenarnya yang telah disepakati adalah jalan keluar untuk semua masalah ini. Penegakan hukum yang tegas harus dijalankan dengan benar. Karena hukum dan pandangan sosiologis sangat sulit dicari titik temunya. Ditinjau dari segi sosiologis, penyebab terjadinya suatu kekerasan massa adalah kekecewaan masyarakat dan perlakuan tidak adil aparat di lapangan. Aparat di lapangan tidak melakukan tugasnya secara tepat, tetapi kekurangtegasan dalam pengambilan keputusan adalah salah satu faktornya. Kemudian aparat mencari kambing hitam dalam suatu konflik tersebut agar semua masalah bisa teratasi yaitu kelompok paling kecil dari suatu massa. Kelompok kecil tersebut dijadikan pihak yang bersalah atas semuanya sehingga kekecewaan kelompok kecil akan melakukan suatu balas dendam dengan penuntutan kepada aparat dan kelompok besar secara anarki. Menyelesaikan masalah massa dengan cara mencari kambing hitam merupakan tindakan yang dapat merusak kondisi stabilitas heterogenisasi. Dalam prinsip dalam diri, kita harus bisa menanamkan kepercayaan dan bermoral. Karena penyimpangan, pelanggaran hukum, dan kejahatan, semuanya berasal dari baik buruknya moral kita terhadap kepercayaan dan masyarakat.

Rabu, 11 April 2012

Premanisme dalam Hukum

Paradigma “peraturan diciptakan untuk dilanggar” selalu melekat dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena sudah jenuh dengan aturan-aturan, manusia akan sebisa mungkin melanggarnya agar mendapatkan kepuasan emosi. Hal serupa berlaku pada semua elemen masyarakat, tanpa memandang status sosial.

Sifat emosional dalam mendapatkan kebebasan membuat manusia sulit diatur. Kita tahu bahwa “free man” merupakan cikal bakal munculnya istilah “Preman”, yakni manusia yang ingin selalu mendapatkan kebebasan. Dengan kata lain dia akan selalu melanggar hukum.

Bentuk dari pelanggaran hukum tidak semuanya berupa pertentangan yang nyata, akan tetapi dapat juga seperti lobi hukum, penyuapan, pemanipulasian, dan mencari celah yang ambigu dalam hukum untuk tindakan pelanggaran. Bila manusia ingin mempelajari hukum, maka urgensi yang utama berupa mencari celah agar dapat melancarkan aksi penyimpangan, bahkan kejahatan. Ini semua menandakan bahwa hukum diciptakan dengan banyak kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu.

Kalangan atas sangat memanfaatkan kesempatan ini untuk kepentingan pribadinya. Berhubung birokrasi negara ini sudah kacau, semakin mudah saja untuk menjebol aparat-aparat penegak hukum. Di sini, aparat penegak hukum hanya sebagai pajangan dan simbol bahwa hukum itu ‘kaku’. Namun, citra hukum yang tegas itu menjadi luntur lantaran aparat penegak hukum yang rakus dan tidak profesional.

Aparat yang dapat disuap oleh suatu oknum merupakan bukti nyata bahwa kerakusan dan kemiskinan meliputi manusia tersebut. Aparat yang selalu ingin uang lebih akan melakukan segala cara agar menambah penghasilannya. Meskipun tampak dari luar para aparat penegak hukum terlihat eksklusif dan kaya, namun di dalam dirinya terdapat pikiran yang selalu miskin. Sungguh, jiwa miskin yang terbungkus oleh gaya hidup mewah. Ini semua mematahkan sendi-sendi hukum dalam mengatur manusia.

Premanisme dalam hukum terlihat sebagai sisi lain hukum. Semua ini tergantung dari ketegasan aparat penegak hukum. Hukum adalah cerminan dari aparatnya sendiri. Sehingga, baik dan buruknya hukum bersumber pada tingkah laku para penegak hukum. Munculnya istilah ‘birokrasi bobrokisasi’ juga akibat dari kecacatan hukum akibat aparat.

Dunia hitam hukum muncul karena kegagalan konstitusi. Pada awalnya, kita sudah memberi “label” buruk pada aparat hukum. Menurut teori labelling, pemberian julukan dunia hukum sama dengan dunia hitam adalah penyebabnya. Aparat yang jujur dalam konstitusi akan terpengaruh untuk melakukan penyimpangan, akibat dari pemberian julukan. Sampai kapan pun, bila julukan sudah melekat, maka nilai buruk juga akan terus mengalir dalam darah konstitusi.

Bila dilihat kembali, akar permasalahan dari premanisme adalah sikap pola pikir yang merasa miskin. Sepanjang kemiskinan dan kebodohan belum diatasi, premanisme tetap tumbuh subur. Kemiskinan adalah sumber semua persoalan. Kita juga sering terkecoh dengan preman yang menggunakan otot dan kekuatan fisik. Akan tetapi ada preman lagi yang menggunakan otak, yang memiliki daya rusak luar biasa. Jenis preman ini menggunakan cara-cara yang canggih untuk melakukan kejahatan. Preman ini dilindungi oleh hukum, bahkan dapat mengendalikan hukum. Koruptor dan mafia hukum adalah mereka. Preman yang secara terselubung menggerogoti uang rakyat dan membunuh bangsa.