Selasa, 31 Juli 2012

Pendekatan Relativisme Budaya Terhadap Diversifikasi Pangan



Kondisi pangan di indonesia yang sangat tergantung pada tindakan impor menjadi isu besar dalam menghadapi krisis pangan. selayaknya tindakan negara dalam menghidupi rakyatnya dalam mencukupi kebijakan ketahanan pangan, kegiatan impor saat ini merupakan tindakan skak mat yang harus dilakukan. Bergantung terhadap impor inilah ini indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan tersebut.

Impor indonesia pada tahun ini 1,75 juta ton beras dan menjadi negara pengimpor beras terbesar kedua di dunia. Swasembada pangan sulit terealisasi meskipun kita adalah negara agraris, dikarenakan infrastruktur dalam sistem pertanian kita tidak dapat berfungsi maksimal dalam menjalankan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Bila hanya mengandalkan kegiatan pertanian tanpa ada lobi politik dan payung hukum dari pemerintah, kita akan sulit berupaya dalam mengembangkan kegiatan tersebut.

Kurangnya perhatian secara langsung dari masyarakat dalam bidang pertanian menjadi akar permasalahan dari krisis pangan ini. Kegiatan agribisnis yang hanya dikelola sekitar 4% secara manajerial yang terstruktur oleh para wirausahawan tersebut adalah potret betapa kurangnya masyarakat kita untuk terjun ke dalam sektor pertanian. Hal ini juga yang mempengaruhi berkurangnya hasil panen dan persaingan bisnis pertanian di dalam negeri dan ke luar negeri oleh negara kita.

Salah satu upaya mendesak yang realistis dilakukan oleh pemerintah adalah melalui impor beras tersebut. Selain itu, untuk menjaga agar impor tidak membengkak dan melindungi ketahanan ketersediaan beras adalah dengan adanya diversifikasi pangan. Pada masalah diversifikasi ini, terdapat banyak tindakan dari regulasi pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi kultural masyarakat indonesia.

Regulasi pemerintah sejak tahun 60-an mencanangkan adanya diversifikasi pangan melalui Inpres No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Utama Rakyat (UPMMR), dan disempurnakan oleh Inpres No. 20 Tahun 1979. Program pemerintah tersebut didasrkan atas rangkaian agenda global seperti Universal Declaration of Human Right yang bertujuan mencapai ketahanan pangan dan menghapuskan kelaparan di semua anggota negaranya.

Berdasarkan regulasi tersebut, tujuan dicanangkan diversifikasi pangan akan sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan dunia. Hal ini bertujuan untuk semua negara di dunia secara merata dapat mendapatkan akses untuk kebutuhan pangan. tindakan realisasi di indonesia tidak semudah itu, kita sudah hampir 50 tahun sejak program itu direncanakan, namun sampai saat ini kebutuhan pokok akan beras sulit dihilangkan.
Meskipun banyak negara yang telah berhasil dalam usaha diversifikasi pangan seperti Jepang, Malaysia, dan Thailand, kita tidak bisa menerapkan langsung di indonesia karena banyak faktor yang menyebabkan sulitnya kegiatan diversifikasi pangan. kestabilan ekonomi dan politik sangat berpengaruh besar terhadap usaha diversifikasi ini.

Berdasarkan pada analisa relativisme budaya, sulitnya diversifikasi pangan diterapkan di indonesia tidak dapat dibandingkan dengan keberhasilan negara lain yang telah sukses dalam kegiatan diversifikasi pangan. Dari segi budaya, kebiasaan masyarakat kita dalam mengkonsumsi nasi tidak dapat dihindarkan, apalagi diubah dalam waktu yang dekat. Pola kebiasaan masyatrakat yang dirubah pada dasarnya berimbas kepada kondisi konflik kebiasaan di dalam diri anggota masyarakat.

Belum tentu cara yang sudah sukses digunakan di negara lain dapat berakibat sama terhadap penerapannya di negara indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa pemaksaan regulasi akan cenderung menciptakan konflik tradisi di dalam kebiasaan masyarakat. Evolusi kebiasaan, terutama pada basic tradition seperti jenis makanan adalah sesuatu yang mendasar dalm kegiatan manusia sehari-hari.

Pemaksaan diversifikasi berdasarkan regulasi dalam waktu yang singkat tanpa didorong oleh kegiatan seperti sosialisasi jangka panjang akan berujung kepada beturan budaya di dalam masyarakat. Dengan demikian akan berdampak besar terhadap kegiatan sehari-hari dan merubah kondisi produktivitas yang cenderung menurun. Apabila pemaksaan diversifikasi dalam waktu dekat ini digalakkan, akan cenderung terjadi penyesuaian makanan yang berujung terhadap kelaparan. Karena pada dasarnya, makanan adalah bentuk dari produk budaya yang akan berpengaruh besar terhadap masyarakat apabila dirubah dalam pemaksaan atau dalam waktu dekat. Perlu adanya proses jangka panjang dan dukungan dari berbagai faktor kondisi sosial, politik, dan ekonomi di dalam masyarakat.

Sabtu, 28 Juli 2012

Anggaran Untuk Pencegahan Kejahatan



Pada dasarnya, subsidi yang dianggarkan oleh pemerintah haruslah bermuara kepada kesejahteraan rakyat. Salah satu indikator berhasilnya subsidi tersebut adalah menipisnya angka kemiskinan di Indonesia. Subsidi harus ditekankan pada sektor pengembangan lapangan pekerjaan. Sesuai dengan data statistik, pengangguran pada awal tahun 2011 berkisar 9,25 juta penduduk dan diprediksi pada akhir 2012, pengangguran masih dalam angka 8,12 juta penduduk. Hal inilah yang mengakibatkan pengangguran terus meningkat di tiap tahunnya. Pengangguran akan memperlihatkan kecenderungan dalam peningkatan kemiskinan.

Selain itu pemerataan basis ekonomi di tiap daerah haruslah dibentuk. Hal ini dilakukan untuk menekan arus urbanisasi yang mengakibatkan fenomena slum area di perkotaan menjamur. Slum area ini nantinya secara kriminologis akan menciptakan suatu hot spot yang berpotensi kejahatan. Menurut Burgess, daerah tempat orang berkumpul pada perekonomian bawah akan meningkatkan resiko kejahatan konvensional dan kejahatan harta benda. Dengan demikian, fenomena kejahatan di tempat umum menimbulkan masalah baru, yang menjadi momok tersendiri bagi kehidupan di perkotaan.

Kejahatan yang dipengaruhi oleh kemiskinan ini juga sama dipaparkan oleh W.A Bonger, akan mengakibatkan orang miskin melakukan apa saja demi mendapatkan uang. Yang paling berbahaya adalah human trafficking terjadi pada perempuan dan anak-anak. Fenomena human trafficking sebagian besar diakibatkan oleh kemiskinan akut yang berujung pada ‘perbudakan’ jenis baru dalam masyarakat modern. Kejahatan tersebut sangatlah menyangkut dengan kesehatan korbannya akibat kurangnya pengawasan pemerintah, sehingga jual-beli manusia pun terjadi.

Kejahatan karena kemiskinan juga disebabkan oleh kejahatan para penguasa. Subsidi yang dikorupsi oleh kalangan birokrat sangatlah berpengaruh besar terhadap kondisi masyarakat. Selain itu perdagangan yang tidak adil, akibat kejahatan oleh para korporat yang merugikan konsumen dan lawan bisnis menjadikan kondisi perekonomian yang tidak sehat. Iklim usaha menjadi tidak menentu dikarenakan persekongkolan korporat dan birokrat yang bermain hukum demi kepentingannya.

Dampak kemiskinan terhadap kehidupan sosial sangatlah besar. Mempelajari fenomena kemiskinan atau belajar ‘filsafat’ kemiskinan akan membuat kita berpikir dan menemukan fakta bahwa seharusnya lapangan kerja dalam agenda pemerintahan menjadi hal yang utama. Masyarakat tidak memiliki bekal pendidikan untuk berwirausaha dikarenakan subsidi untuk sektor ini sangatlah minim. Hal ini dikarenakan sektor pendidikan juga telah dikapitalisasi, sehingga dalam pencerdasan bangsa yang juga menjadi kunci meminimalisir kemiskinan menjadi sulit terealisasi.