Jumat, 19 Maret 2021

Implementasi Infrastruktur Reaktor Biogas Kubah Beton di Desa Terpencil

Sejak tahun 2015, pemerintah telah berkomitmen besar dalam merealisasikan program desa berlistrik yang merata di seluruh nusantara. Harapannya, sebanyak 82.190 desa di seluruh Indonesia telah berlistrik di tahun 2020. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mendata bahwa di tahun 2016 ada sekitar 2.519 desa yang masih gelap gulita atau belum berlistrik sama sekali. Sedangkan ada sekitar 12.000 desa belum teraliri listrik dengan baik dan sebagian besar di daerah terpencil.

Namun Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyajikan data yang berbeda terkait desa berlum berlistrik, berdasarkan hasil survei mandiri. Pada tahun 2017, PLN menyebutkan ada 3.883 desa yang belum berlistrik di Indonesia. Sebagian besar tetap ada pada wilayah terpencil. Artinya, jumlah ini membengkak 1.364 desa dari data Kementerian ESDM atau sebesar 1,5 kali lipat dari data kementerian. Walaupun ada perbedaan data dari kedua instansi tersebut, namun kita bisa menyimpulkan bahwa kondisi elektrifikasi yang berkelanjutan di desa terpencil adalah problematika bangsa yang harus segera diselesaikan.

Jika kita mengacu kepada data dari Kementerian ESDM sebagai tolok ukur progres pengentasan desa belum berlistrik, maka pada tahun 2020 prestasi pemerintah sudah cukup membanggakan. Tercatat per   April 2020 rasio elektrifikasi telah mencapai 98,93%. Kini hanya tinggal 433 desa yang masih menjadi perhatian utama untuk dialiri listrik agar di tahun 2021 rasio elektrifikasinya mencapai 100%. Hal ini berarti bahwa poin nawacita energi berkeadilan yang bertujuan untuk menyediakan energi (available) dengan harga terjangkau (affordable) bagi seluruh rakyat Indonesia akan tercapai dengan adil dan merata, terutama pada perihal elektrifikasi.

Lalu, pemerintah perlu membuat rencana lanjutan setelah rasio eletrifikasi telah mencapai 100% tersebut. Pertama, perlu dilakukan identifikasi secara jelas apakah elektrifikasinya berkelanjutan. Kedua, mengupayakan ketersediaan energi listriknya tidak terputus-putus. Ketiga, harus ada evaluasi yang menjelaskan adanya implikasi positif terhadap kesejahteraan rakyat, iklim usaha dan pertumbuhan ekonomi. Apabila ketiga hal tersebut setelah dievaluasi dan didapati hasil bahwa ternyata elektrifikasinya belum berkelanjutan, maka kita tentu memerlukan strategi baru beserta pendekatan teknologi yang tepat, guna membantu ketersediaan tenaga listrik di pedesaan.

Meskipun pemerintah telah mencanangkan program peningkatan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW guna melisitriki desa yang belum terlistriki, nampaknya kita masih tetap memerlukan alternatif sumber elektrifikasi yang dapat dibangun di pedesaan terpencil. Pembangunan infrastruktur energi alternatif ini tentunya dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Hutama Karya yang telah teruji dalam pengembangan kawasan dan infrastruktur energi sampai pengolahan limbah. Harapannya, PT Hutama Karya bisa membantu memaksimalkan rasio elektrifikasi yang telah mencapai 100% ini agar lebih optimal lagi dan dapat dinikmati oleh masyarakat desa terpencil.

Urgensi Reaktor Biogas di Desa Terpencil

Berdasarkan riset PLN dan wawancara kualitatif saya dengan kawan yang berada di daerah terpencil, didapatkan informasi bahwa elektrifikasi masih belum optimal. Di dearah luar pulau Jawa dan Sumatra masih banyak desa yang mengalami gangguan listrik setiap hari. Mati lampu pun sudah menjadi makanan sehari-hari. Terutama pada daerah terpencil yang berada di pulau-pulau kecil. Hal ini merupakan tantangan negara saat ini, karena untuk Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 membutuhkan koneksi internet yang stabil dan tentu saja elektrifikasi yang mumpuni.

Melihat fenomena tersebut, kita memerlukan infrastruktur energi alternatif yang sangat mungkin untuk diterapkan pada desa terpencil di Indonesia. Diketahui, rata-rata desa terpencil di Indonesia memiliki demografis yang lebih agraris ketimbang di Pulau Jawa dan Sumatera. Artinya, kita membutuhkan energi alternatif yang bersumber pada potensi desa terpencil tersebut yang sebagian besar masih didominasi oleh sektor pertanian, perikanan dan peternakan. Dari semua energi alternatif yang ada, biogas adalah yang paling memungkinkan untuk diimplementasikan di desa terpencil tersebut. Maka dari itu, keberadaan reaktor biogas di pedesaan menjadi suatu infrastruktur yang penting untuk dibangun guna kebutuhan elektrifikasi yang berkelanjutan.  

Residu dari hasil pertanian seperti sampah organik tentu saja bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Selain itu sisa produk peternakan seperti kotoran ternak sapi, babi, kuda, kambing, kerbau sampai ayam juga sangat tepat sebagai bahan baku utama biogas. Tidak hanya itu, gulma-gulma dari pertanian pun bisa dimanfaatkan, misalnya saja eceng gondok yang memiliki kadar hemiselulosa dan selulosa yang tinggi. Intinya, semua sampah organik dan kotoran hewan tersebut dapat diproses fermentasi untuk dijadikan biogas.

Lalu, untuk mengolah sampah organik dan kotoran hewan tersebut diperlukan infrastuktur berupa reaktor biogas yang berjenis kubah beton atau fix dome. Reaktor kubah beton ini dipilih karena kondisi infrastrukturnya yang sangat kedap sehingga dapat memaksimalkan produksi biogas yang lebih efektif dan melimpah. Infrastuktur ini sangat cocok untuk mengurai dan mengolah sampah organik serta kotoran ternak agar lebih efisien sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh warga. Selain itu, reaktor kubah beton ini cukup kokoh dalam segala cuaca, iklim serta kontur tanah. Sehingga, bangunannya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan reaktor yang bukan kubah beton.

Jadi apabila dibangun pada desa terpencil yang kontur tanahnya tidak rata, reaktor kubah beton ini akan lebih awet. Terlebih, reaktor jenis ini juga minim perawatan dan punya ketahanan sampai 25 tahun dibandingkan reaktor yang biasa. Meskipun dari segi pembangunannya relatif lebih sulit dibandingkan dengan reaktor biogas biasa, nyatanya reaktor kubah beton punya segudang manfaat terutama sebagai pusat energi alternatif yang tentunya dapat dimanfaatkan untuk elektrifikasi. Tentunya, PT Hutama Karya sebagai BUMN yang telah berpengalaman dalam bidang infrastruktur, harapannya dapat merealisasikan proyek reaktor biogas kubah beton ini bagi desa terpencil yang masih belum optimal elektrifikasinya.

Pemanfatan Energi Biogas

Bagi desa terpencil, energi biogas dapat dimanfaatkan ke berbagai macam hal. Misalnya saja sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan batu bara di rumah tangga. Sedangkan yang paling krusial untuk pemanfaatannya adalah untuk penerangan dan menjadikannya sebagai listrik melalui generator listrik. Tentu hal ini dapat dilakukan dengan cara mengonversinya terlebih dahulu agar biogas dapat menjadi energi listrik. Hal yang umumnya perlu tersedia adalah generator listrik berbasis mesin uap.

Secara sederhana, prosesnya diawali dengan pembakaran biogas yang mengandung metana (CH4), sehingga menghasilkan udara yang sangat panas. Udara panas tersebut dibuat untuk membuat air panas, sehingga menghasilkan aliran uap bersuhu tinggi. Aliran uap bersuhu tinggi ini tentunya akan bertekanan tinggi, sehingga akan dapat menggerakkan turbin dengan rotasi yang cepat. Turbin yang terinduksi magnet akan dapat menghasilkan listrik yang dapat dimanfaatkan untuk penerangan dan menghidupkan berbagai alat elektronik, termasuk gawai.

Dalam jurnal tahun 2013 yang berjudul Biogas digester as an alternative energy strategy in the marginal villages in Indonesia, disebutkan bahwa untuk merealisasikan proyek biogas di pedesaan diperlukan dukungan dalam hal kearifan lokal (local wisdom), semangat juara (the spirit of the championship), kepemimpinan informal yang kuat (strong informal leader), dukungan finansial pemerintah (government financial support) dan teknologi hijau (green technology). Artinya, setiap elemen masyarakat harus berperan aktif, sedangkan pemerintah juga perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat agar proyek implementasi biogas sebagai alternatif ini dapat berhasil.

Sedangkan dalam jurnal tahun 2015 yang berjudul Benefits of Rural Biogas Implementation to Economy and Environment: Boyolali Case Study menjelaskan tentang manfaat biogas yang dapat mengurangi biaya energi rumah tangga. Berdasarkan penelitian tersebut juga dengan jelas menunjukkan bahwa penggunaan biogas secara signifikan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan dapat memperbaiki kondisi lingkungan. Maka dari itu, pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perlu mempercepat dukungan mereka dalam pengembangan biogas.

Hal yang sama juga diungkapkan dalam jurnal tahun 2015 yang berjudul Biogas Production in Dairy Farming in Indonesia: A Challenge for Sustainability, yang menyatakan bahwa manfaat biogas yang begitu banyak ini juga akan berpengaruh pada sektor agribisnis, terutama peternakan. Secara langsung, biogas berperan penting dalam mendukung dan memastikan sektor peternakan sapi perah tetap berkelanjutan karena ada hubungan mutualisme di antara keduanya. Jadi, mendukung implementasi biogas berarti mendukung sektor peternakan nasional.

Daftar Pustaka

1.    Purwono, Bambang Sugiyono Agus, Suyanta dan Rahbini.2013.Biogas digester as an alternative energy strategy in the marginal villages in Indonesia.Malang: Elsevier

2.    Hnyine, Zakaria Tazi, Saut Sagala, Wahyu Lubis dan Dodon Yamin.2015. Benefits of Rural Biogas Implementation to Economy and Environment: Boyolali Case Study. Surakarta: Forum Geografi

3.    Wahyudi, Jatmiko, Tb. Benito Achmad Kurnani dan Joy Clancy.2015.Biogas Production in Dairy Farming in Indonesia: A Challenge for Sustainability. Int. Journal of Renewable Energy Development

Daftar Referensi

1.    https://ebtke.esdm.go.id/post/2020/04/08/2527/pemerintah.kejar.elektrifikasi.433.desa.di.wilayah.timur (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 22:20 WIB)

2.    https://www.esdm.go.id/id/berita-unit/direktorat-jenderal-ketenagalistrikan/strategi-pemerintah-capai-rasio-elektrifikasi-99-di-tahun-2019 (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:10 WIB)

3.    https://ebtke.esdm.go.id/post/2020/04/08/2527/pemerintah.kejar.elektrifikasi.433.desa.di.wilayah.timur (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:15 WIB)

4.    https://www.esdm.go.id/id/berita-unit/direktorat-jenderal-ketenagalistrikan/strategi-pemerintah-capai-rasio-elektrifikasi-99-di-tahun-2019 (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:30 WIB)

5.    https://setkab.go.id/tahun-2020-pemerintah-rencana-melistriki-433-desa-dan-4-191-rumah-tangga/ (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:40 WIB)

6.    https://industri.kontan.co.id/news/belum-berlistrik-pemerintah-kejar-elektrifikasi-433-desa-di-wilayah-timur (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:54 WIB)