Senin, 03 Juni 2013

Senjakala Rasionalitas Santet yang Tergerus Revolusi Ilmu Pengetahuan


Sebuah perjalanan ilmu pengetahuan secara historis telah mengikis faham metafisika dengan disiplin filsafat yang mengkaji being qua being (yang ada sebagai ada) atau biasa dikenal sebagai ontologi.
Faham rasionalitas Aristoteles masihlah kabur dalam menjelaskan keberadaan yang ‘ada’ dengan keberadaan secara ilahiah. Maka dari itu Kant mengembangkannya bahwa rasionalitas berubah menjadi kemampuan menangkap atau mengolah kesan-kesan inderawi menjadi suatu pengetahuan. Maka dari itu, dia mengesampingkan aspek teologi dan kosmologi sebagai bentuk dari rasionalitas, melainkan sebagai metafisika. Hal inilah yang dikembangkan filusif selanjutnya yang menekankan pada aspek rasional sebagai titik tumpu revolusi ilmu pengetahuan modern ini. Sedangkan aspek metafisika seringkali luput dalam pembahasan, bahkan sampai saat ini pembahasan hhal-hal klenik masih belum tergali secara rasional.
Dalam hal ini, aspek metafisika yang akan diakngkat adalah sebuah sihir yang difokuskan dalam santet. Santet sering dibahas dalam kajian budaya, bahkan saat ini menjadi topik bahasan hukum. Sejarah menunjukkan bahwa ilmu-ilmu sihir seperti santet telah menjadi cerita-cerita rakyat di Indonesia. Catatanh sejarah Eropa, Afrika, dan Amerika pun telah tumbuh subur dukun yang meguasai ilmu voodoo tersebut pada abad pertengahan. Bahkan cerita mitos dan legenda mengenai sihir menjadi literasi populer pada abad ke 21 ini.
Penelitian terhadap jimat-jimat oleh National Geographic telah mengindikasikan bahwa penduduk Romawi memiliki kebiasaan membuat orang dibencinya sekarat dengan menuliskan mantra di lembar timah tipis yang ditusuk paku. Lalu dilempar ke sumur keramat agar para pemilik kekuatan kosmos seperti jin, setan, atau dewa dapat membatu mengabulkan permintaannya. Sama dengan penggunaan jimat di negara Mesir, Yunani, Turki, Arab Kuno, India dan Yahudi yang menggunakan perhiasan atau kalung berbentuk telapak tangan yang mengarah kedepan dengan mata ditengahnya.
Hampir semua penduduk dunia mengenal adanya kekuatan metafisika dan sihir. Sama halnya dengan santet yang ada di Indonesia. Pada dasarnya dampak dari santet memang bisa dirasakan, hanya saja barang bukti dan tidak semua prosedurnya dapat diketahui dan dijelaskan secara rasional. Karena kita hanya memandang asumsi kenyataan berdasarkan panca indera, maka diluar nalar yang diterima panca indera hal tersebut menjadi tidak berlaku. Padahal pada kenyataannya memang kepekaan manusia berbeda-beda satu dengan lainnya.
Pada dasarnya, seperti halnya mempelajari hal yang rasional saja ilmu santet dapat dipelajari. Sesuatu yang dapat dipelajari dan ada merupakan sesuatu yang rasional, hanya saja perkembangan ilmu pengetahuan hanya menetapkan suatu pengujian yang universal dan menggeneralisir dalam standar-standar kebakuan tertentu. Maka dari itu, perkembangan metafisika dikesampingkan karena dianggap tidak memiliki kaidah-kaidah yang dapat diterima secara umum. Meskipun, sudah banyak yang telah membuktikan keberadaan dan kebenaran rasionalitas metafisika seperti fenomena santet. Mungkin saja apabila hal metafisika seperti santet sudah teruji secara rasional, perkembagan ilmu tidak akan pakem pada hal rasional saja, akan tetapi akan terus muncul fenomena metafisika yang selalu mengiringi pemikiran manusia. Karena pada dasarnya perkembangan peradaban manusia tidak hanya berkaitan dengan perwujudan yang bisa dijelaskan, akan tetapi banyak juga yang tidak bisa dijelaskan, dan itu semua tercakup dalam kerangka metafisika.
Suatu saat nanti, pasti ada penjelasan yang rasional yang masuk dalam tataran ontologis dalam mengungkap fenomena santet ini. Dengan pembuktian yang lebih ilmiah dan komprehensif yang tidak hanya berlaku pada tataran sosial dan budaya saja, akan tetapi lebih ke basicnya sebagai ilmu alam seperti fisika. Seperti halnya Gravitasi, kita tidak bisa memegang atau melihat bagaimana energi yang berkerjannya, akan tetapi dampaknya memang terlihat. Sedangkan santet ini padahal bisa dijelaskan secara rasional, karena apa yang bisa dirasakan manusia dengan panca indera adalah sebuah rasionalitas, hanya saja kita belum menemukan dimana titik rasional universal yang dapat menjelaskan fenomenanya.