Sabtu, 18 Maret 2023

Urgensi Kurikulum Kolaboratif LPK dan BLK di Daerah

Latar Belakang

Permasalahan pengangguran di Indonesia selama lima tahun terakhir ini mengalami ekskalasi yang sangat tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengangguran dari tahun 2020 sampai 2021 mengalami kenaikan yang cukup tajam, karena pada periode tersebut dunia dan Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19. Dari jumlah pengangguran yang semula berjumlah kisaran tujuh jutaan orang di tahun 2018 dan 2019, maka pada saat pandemi Covid-19 di tahun 2020 meningkat tajam menjadi 9,7 juta orang. Pada tahun 2021, jumlah pengangguran menurun menjadi 9,1 juta orang, namun efek yang diakibatkan oleh adanya pandemi Covid-19 masih sangat terasa di sektor ketenagakerjaan, karena jumlah penganggurannya belum kembali seperti sedia kala. Di akhir tahun 2022, pengangguran turun lagi di angka 8,4 juta orang.

Berbagai upaya telah pemerintah lakukan untuk memutus mata rantai pengangguran di usia produktif ini. Pada saat pandemi Covid-19, pemerintah mengeluarkan program “Kartu Prakerja” yang di dalamnya memuat visi peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang terkena imbas pemutusan hubungan kerja (PHK) ataupun belum bekerja. Dapat dikatakan program Kartu Prakerja ini adalah bentuk peningkatan SDM dengan memanfaatkan teknologi teleconference yang 100 persen virtual, di mana output yang didapatkan oleh pesertanya adalah ilmu yang aplikatif dan kucuran insentif. Bahkan sampai saat ini, program Kartu Prakerja masih menjadi unggulan pemerintah dalam meningkatkan kapasitas SDM secara daring.

Dari 8,4 juta pengangguran di usia produktif yang ada di Indonesia, mereka tersebar di berbagai wilayah. Dari ibukota sampai daerah, hingga ke pelosok pedesaan. Untuk pengangguran yang ada di kota besar dan ibukota, tentu mereka memiliki akses dan instrumen yang lebih besar ke lapangan pekerjaan. Kita tahu bahwa lebih dari 70 persen, lapangan pekerjaan formal berada di perkotaan. Mereka yang di perkotaan juga memiliki akses untuk mengenyam pendidikan vokasional variatif yang bermanfaat untuk memasuki dunia kerja nantinya. Untuk di daerah, mereka pada umumnya yang bekerja di sektor formal jauh lebih sedikit ketimbang yang berada di sektor informal.

Beberapa strategi pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran adalah dengan melalui dua cara, yaitu event dan infrastruktur. Untuk event sendiri pemerintah setiap bulannya, di berbagai daerah menggelar job fair. Umumnya setiap tahunnya, Kabupaten/Kota menggelar event ini dua sampai tiga kali. Untuk cara infrastruktur adalah, dengan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas yang ditargetkan mencapai 1.000 titik di Indonesia. BLK Komunitas ini sebagian besar bekerja sama dengan pondok pesantren.

Permasalahan

Pada umumnya, para pengangguran di daerah hanya dapat mengandalkan sarana pelatihan melalui BLK yang dapat diakses secara gratis setiap tahunnya. Pelatihan di BLK seperti tata busana, tata boga, mekanik sampai design grafis pada umumnya mereka pergunakan untuk bisa meningkatkan skill sehingga dapat membuka usaha sendiri atau berwirausaha. Namun yang menjadi persoalan adalah terbatasnya jumlah peserta pelatihan, sehingga tidak dapat mencakup jumlah pengangguran secara maksimal. Sebagian besar peserta pelatihan yang mengikuti kegiatan di BLK adalah yang memang sudah mendapatkan informasi tersebut jauh-jauh hari.

Sedangkan di luar BLK, ada badan swasta yang bernama Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). Jumlah LPK di daerah terbilang cukup banyak. Bahkan hampir di setiap kecamatan di Pulau Jawa, terdapat LPK yang menyediakan pelatihan vokasional untuk keperluan pasar dalam negeri, hingga ke luar negeri. LPK merupakan instrumen pelatihan vokasional yang sangat berjasa untuk mengantarkan pencari kerja ke penyedia lapangan kerja. Lembaga ini sungguh efektif dalam mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

Namun, ada persoalan yakni terkait dengan kerja sama di antara kedua lembaga ini, antara BLK dan LPK di daerah. Seharusnya mereka dapat bekerja sama dalam menyusun kurikulum ketenagakerjaan dan pelatihan bersama, beserta target penurunan jumlah pengangguran. Misalnya saja, setiap tahun Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) mengumpulkan semua pihak LPK dan BLK untuk meeting bersama. Mereka bersama-sama membuat kurikulum untuk mengurangi angka pengangguran di suatu kabupaten. Dengan analisa seperti menghitung jumlah perusahaan yang ada di kabupaten tersebut, maka berapa jumlah pabrik dan UMKM yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Dari data tersebut, dapat dibuat kolaborasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

Dari BLK, mereka akan mendapatkan referensi kurikulum yang lebih up to date dan mengikuti kondisi pasar tenaga kerja saat ini. Sedangkan dari LPK, mereka akan mendapatkan akses ke berbagai perusahaan dan pencari kerja yang potensial untuk dikembangkan SDMnya. Seperti diketahui, untuk menyelesaikan masalah pengangguran dan mewujudkan target SDGs 2030, diperlukan kolaborasi dari semua stakeholder. Jadi tujuan dari kolaborasi BLK dan LPK ini adalah guna mewujudkan target SDGs yang pertama yaitu “Tanpa Kemiskinan: Mengakhiri Kemiskinan Dalam Segala Bentuk di Manapun”.

Saran dan Kesimpulan

Ide “Urgensi Kurikulum Kolaboratif LPK dan BLK di Daerah” ini saya dapatkan ketika LPK saya yang bernama “Swadaya Mengajar” terpilih untuk mengikuti "Bimtek Auditor dan Platform Pengukuran Peningkatan Produktivitas" yang diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) pada tahun 2022. Saat pelatihan tersebut, saya berdiskusi dengan Direktur Bina Produktivitas Kemnaker RI, Ghazmahadi dan Tenaga Ahli Utama KSP, Fadjar Dwi Wisnuwardhani. Visinya adalah, bagaimana mengurangi pengangguran di daerah dan meningkatkan produktivitasnya. Saran yang bisa dilakukan dalam waktu dekat ini adalah membuat para stakeholder di ranah ketenagakerjaan saling berkolaborasi untuk menentukan kurikulum bersama dan target bersama dalam mengurangi angka pengangguran. Muaranya adalah, program ini akan menginisiasi cikal bakal “Lembaga Produktivitas Daerah” yang saat ini masih dalam tahapan perencanaan.

Memaksimalkan Potensi KIPP untuk Mencapai SDGs

Latar Belakang

Insan pelayanan publik di Indonesia patut berbangga hati karena telah melahirkan banyak terobosan pada sepuluh tahun terakhir ini. Sejak tahun 2014, pelayanan publik di Indonesia menjadi lebih inovatif dan berdampak luas bagi kemaslahatan masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya sebuah program yang bernama Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) atas inisiatif dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Program KIPP ini merupakan sebuah terobosan terbaik dalam hal pelayanan publik, karena dengan adanya gelaran ini, maka Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD di Indonesia dituntut terus untuk bertransformasi menjadi lebih inovatif.

Eksistensi KIPP ini terbukti telah menginspirasi berbagai Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD untuk terus menggenjot budaya inovasi di lingkungannya. Berbagai inovasi pelayanan publik terbaik dalam negeri telah lahir dari gelaran KIPP ini. KIPP perlu diapresiasi oleh masyarakat luas karena ini merupakan bukti bahwa pemerintah terus berupaya menjadikan birokrasi menjadi lebih modern dan mudah diakses oleh semua orang. Tentunya, KIPP ini memiliki visi yang sejalan dengan fungsi Ombudsman dalam hal monitoring penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara, akan mendapatkan banyak ide dari adanya inovasi dari KIPP ini.

Dapat dikatakan, ide inovasi yang ada dalam KIPP tersebut dapat diimplementasikan oleh Ombudsman untuk menciptakan pengawasan publik yang lebih komprehensif sesuai dengan perkembangan zaman. Apabila Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD terus melakukan improvisasi, maka sebagai fungsi yang melakukan pengawasan yaitu Ombudsman, juga harus terpacu untuk memberikan inovasi kontrol yang terbaik.

Seperti diketahui, sampai pada bulan Februari ini, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menyiapkan 10 inovasi pelayanan publik untuk dilatih dan dikembangkan guna mengikuti KIPP 2023. Persiapan 10 inovasi dari Ombudsman NTT ini meliputi pelatihan penulisan proposal dan membuat video program yang semenarik mungkin. Melihat antusiasme yang besar dari Ombudsman NTT ini mengisyaratkan bahwa Ombudsman sangat mengapresiasi program KIPP ini.

Setiap tahunnya, KIPP ini telah menelurkan Top 45 Inovasi terbaik di Indonesia yang sangat aplikatif untuk diterapkan di berbagai instansi lainnya. Harapannya, inovasi-inovasi terbaik yang masuk ke dalam Top 45 tersebut dapat direplikasi dan diterapkan di instansi lainnya agar pelayanan publik menjadi terstandarisasi. Sehingga, di seluruh instansi di Indonesia nantinya akan mengalami peremajaan layanan publik agar lebih modern dan berdampak bagi masyarakat luas.

Bagi inovasi terbaik yang masuk ke dalam Top 45, maka akan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kompetisi pelayanan publik di tingkat dunia. Kompetisi tingkat dunia ini diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan gelaran yang bernama United Nations Public Service Awards (UNPSA). Apabila Indonesia berhasil memenangkan kompetisi di tingkat dunia ini, maka hal tersebut akan menjadi suatu kebanggan yang luar biasa. Tidak hanya itu, para pemenang dari Pemerintah Daerah yang masuk ke dalam Top 45 juga akan mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID), yang dapat digunakan untuk replikasi dan pengembangan inovasi.

Kehadiran KIPP ini juga merupakan cara paling efektif untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Sebab, elemen terpenting dalam penyusunan proposal inovasi dalam KIPP adalah hubungannya yang erat dengan target SDGs. Jadi, dapat dikatakan bahwa target KIPP dan SDGs begitu relevan dan sejalan. Dengan program KIPP, maka Indonesia dapat berkontribusi dari aspek pelayanan publiknya untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.

Dampak positif dari adanya KIPP ini membuat beberapa daerah di Indonesia juga mengadopsi program yang serupa. Misalnya saja, pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah. Dua tahun terakhir ini, Pemprov Jateng juga mengadakan program serupa yang diberi nama Jaringan Inovasi Pelayanan Publik (JIPP) yang diselenggarakan ketika KIPP tahunan sudah usai. Dapat dikatakan, JIPP ini diselenggarakan untuk mengakomodir inovasi pelayanan publik dari Jawa Tengah yang tidak masuk ke dalam Top 45 nasional. Hal ini merupakan sebuah langkah yang bagus karena terkadang inovasi yang tidak menang di tingkat nasional tersebut, justru sangat bermanfaat di tingkat daerah. Maka dari itu, langkah yang dilakukan Pemprov Jateng melalui JIPP ini perlu diapresiasi karena telah berkenan menampung inovasi terbaik di daerah dan dikembangkan kembali agar lebih berdampak bagi masyarakat luas.

Permasalahan

Melihat program KIPP ini mengingatkan kita kepada program Kreativitas dan Inovasi Masyarakat (Krenova) di Jawa Tengah. Diketahui, bahwa program Krenova diadakan oleh Pemprov Jateng sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Konsep program ini adalah menyaring inovasi dari masyarakat umum yang berhubungan dengan improvisasi produk, temuan baru dan pengembangan IPTEK. Krenova ini sangat dinanti-nanti oleh masyarakat Jateng karena melalui program inilah mereka dapat mengekspresikan inovasinya di kategori-kategori seperti pertanian, pangan, kelautan, rekayasa teknologi hingga kriya. Sedangkan Krenova ini dimulai seleksinya dari tingkat kabupaten/kota, kemudian lima besar di tiap kabupaten/kota akan melaju ke tingkat provinsi.

Bagi peserta yang memasuki 5 besar di tiap kabupaten/kota, maka akan mendapatkan berbagai macam pelatihan pengembangan inovasi. Mulai dari pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), pelatihan keuangan dasar, sampai digital marketing. Tentu saja, bagi peserta yang terbaik di tingkat kabupaten/kota juga akan mendapatkan uang apresiasi dari pemerintah. Selain itu, inovasi-inovasi terbaik di tiap kabupaten/kota juga akan masuk ke dalam katalog inovasi khusus di Bappeda Jawa Tengah. Jadi, semua informasi inovasi dan temuan masyarakat akan terdata dengan baik.

Krenova secara kultural telah menggeliatkan budaya inovasi dalam masyarakat. Namun, setelah penyerahan hadiah kepada para inovator, program ini tidak ada tindak lanjut dan evaluasi kepada inovasi-inovasi yang berhasil memenangkan kontestasi tersebut. Maka dari itu, dari pihak penyelenggara juga perlu melakukan evaluasi bagaimana perkembangan inovasi yang telah dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Evaluasi tersebut meliputi, apakah inovasinya mengalami keberlanjutan, memiliki potensi pasar dan memiliki dampak yang benar-benar nyata kepada masyarakat. Karena kita tahu, bahwa inovasi yang baik adalah inovasi yang terus mengalami keberlanjutan dan tidak berhenti di tengah jalan.

Berkaca dari fenomena Krenova tersebut, harapannya KIPP tidak mengalami hal yang serupa. KIPP cenderung lebih bisa bertahan lama karena ini adalah inovasi yang dihasilkan oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD, dan bukan dari perseorangan. Sehingga, risiko ketidakberlanjutannya cenderung rendah. Namun, yang perlu diantisipasi adalah bahwa Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD yang berpartisipasi mengirimkan inovasi KIPP tersebut hanya untuk sekedar formalitas saja. Karena kita tahu bahwa beberapa instansi merasa terpaksa karena adanya permintaan atasan untuk berinovasi. Maka dari itu, dari pimpinan instansi perlu meyakinkan ke timnya bahwa inovasi pelayanan publik adalah kunci keberlangsungan business process dalam sebuah organisasi. Inovasi harus menjadi budaya di manapun berada dan oleh siapapun, bagi yang menginginkan kemajuan.

Selain itu, hasil inovasi pelayanan dari KIPP juga masih sedikit yang berhasil juara di tingkat dunia. Hal ini perlu menjadi bahan perenungan dan evaluasi, apakah saat ini pelayanan publik di Indonesia sudah bertransformasi untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks atau tidak. Sebab, ketika sudah di kancah dunia, yang dilihat adalah dampak yang begitu besar dalam upaya menuju target SDGs. Maka dari itu, pemerintah perlu memaksimalkan kembali inovasi hasil dari KIPP agar mampu mencapai target SDGs.

Selanjutnya, pada KIPP tahun 2022, kategori yang dilombakan adalah pelayanan publik yang inklusif dan berkeadilan, efektivitas institusi publik untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB), serta ketahanan institusi publik di masa pandemi dan antisipasi pasca-pandemi. Seharusnya, perlu ada penambahan kategori lagi untuk meningkatkan budaya antikorupsi di Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD. Kita tahu, bahwa untuk mewujudkan budaya hukum dan iklim pemerintahan yang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) perlu dimulai dari inovasi dari masing-masing instansi. Sedangkan hal tersebut masih belum menjadi pertimbangan pada ajang KIPP sebelumnya.

Kesimpulan dan Saran

Pelaksanaan KIPP perlu dimaksimalkan lagi agar hasil inovasinya dapat terus berkelanjutan dan berdampak bagi masyarakat Indonesia serta dunia. Seperti diketahui, program KIPP ini sangat bagus karena memberikan terobosan yang efektif dalam mencapai tata pelayanan publik yang berkeadilan, menjunjung tinggi kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera, mandiri serta tanpa diskriminasi. Agar hasil inovasi KIPP dapat bersaing dalam kancah internasional, maka perlu adanya evaluasi hasil inovasi yang berdampak besar bagi tercapainya SDGs tersebut. Karena kita tahu, ketika kita sudah membicarakan SDGs, kita harus berpikir secara global dan dunia. Sehingga tidak hanya pada tataran regional saja.

Saran selanjutnya adalah, KIPP perlu memasukkan kriteria inovasi khusus yaitu untuk mewujudkan budaya hukum dan iklim pemerintahan yang bebas KKN. Sehingga, dengan adanya inovasi di kategori tersebut akan menciptakan budaya antikorupsi di instansi-instansi publik. Terakhir, Ombudsman juga perlu mengawasi pelaksanaan KIPP ini agar lebih terarah dengan hasil yang sesuai dengan harapan masyarakat. Selain itu, harapannya Ombudsman di tiap-tiap daerah juga turut aktif dalam memberikan inovasi serta memeriahkan kegiatan KIPP ini.

Selasa, 14 Maret 2023

Creating the Business Value by Innovation

 


UI Career, Internship, Scholarship, and Entrepreneurship Hybrid Expo 2023 mempersembahkan webinar:


Topik: Creating the Business Value by Innovation

Pembicara:

- Hardiat Dani Satria (Founder)

Hari/tanggal: Senin, 13 Maret 2023

Waktu: 13:00-14:00 WIB

Media: Zoom Webinar

Link pendaftaran: http://uicise.karirlab.co


UI CISE Hybrid Expo 2023

"Kickstart Your Career Today!"



#UICISEVirtualExpo2023

#UICISE

#UICISE2023

#careerexpo #internshipexpo #scholarshipexpo #entrepreneurshipexpo #virtualexpo

#career

#UniversitasIndonesia

#UIJobExpo

#karirlab

Sekar di Khitah Peradaban

Adiwarna puspa telah memperelok manjapada

Sepantun petala beton yang ditumbuhi asoka

Kokoh lir teratai di pusar telaga

Membidani taman gantung hingga ke palka antariksa

Arah kemajuan disahihkan oleh sang hawa

Dicatat dan dituturkan setiap senja oleh ibunda tercinta

Baik jagat nyata ataupun kosmos maya

Riwayatmu sama dengan narasi kinerja

Termaktub indah dalam prasasti dan prestasi performa

Menjadikan buana jauh lebih kirana

Deskripsi babad menyebut engkau tiang negara

Bahkan telapak kaki adalah surga

Terdokumentasikan sejak epos Oase Yerikho dan Mesopotamia

Telah menggelindingkan cakra perekonomian beserta domestikasi usaha

Dunia dikendalikan oleh arta, sedangkan fulus ditata oleh perempuan

Kartini berkata, perempuan adalah pembawa peradaban

Membangun buah pikiran generasi dan gagasan semesta