Minggu, 28 November 2021

Krusialitas Kurikulum Media Sosial di Sekolah

 

Sumber: freepik.com

Media sosial (medsos) pada zaman sekarang ini telah memegang peranan yang amat penting dalam menciptakan integrasi bangsa. Pemanfaatan medsos yang positif akan menjadi obat mujarab untuk meredam konflik sosial yang dapat memecah belah kesatuan bangsa. Berdasarkan data riset dari perusahaan media asal Inggris, We Are Social, jumlah penduduk Indonesia per Januari 2021 adalah 274,9 juta. Sedangkan jumlah pengguna medsos aktifnya sebanyak 170 juta orang atau sekitar 61,8% dari jumlah total populasi di Indonesia. Artinya, kita harus benar-benar waspada terhadap potensi konflik yang tercipta akibat penggunaan medsos secara negatif. Ini adalah sebuah pekerjaan besar untuk bangsa Indonesia agar kita senantiasa dapat terus utuh dan terhindar dari ancaman disintegrasi.

Untuk menekan potensi konflik yang tak berujung di medsos, tentunya masyarakat Indonesia harus sudah membudayakan toleransi di jagat maya. Masyarakat Indonesia ini terbilang unik. Di kehidupan nyata, masyarakat Indonesia terkenal dengan keramahannya, murah senyum dan cenderung mudah menerima orang lain. Namun, di medsos, masyarakat kita menjadi agresif, barbar dan tak jarang melakukan konflik yang berkaitan dengan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Bahkan beberapa riset dari luar negeri pun menyebut bahwa netizen Indonesia di medsos adalah yang paling tidak sopan di sedunia. Hal ini tentunya akan menimbulkan tanda tanya besar bagi kita semua. Mengapa ada perbedaan sifat masyarakat Indonesia saat di dunia nyata dan saat di platform medsos?

Jawaban yang paling mendekati kebenarannya adalah bahwa internalisasi nilai sopan santun dan toleransi, sampai saat ini belum sampai ke ranah medsos. Artinya, kita selama ini tidak pernah atau cenderung minim diajari secara kultural untuk toleran di medsos. Bila di kehidupan nyata, kita sering dinasehati dan diedukasi oleh orang sekitar, maka di dunia maya—yang merupakan kultur teknologi informasi baru khas era pasca milenium, kita belum mempunyai instrumen nilai yang baku sebagai bahan acuannya. Norma yang terbentuk di medsos belum sekuat dan serigid dengan apa yang ada di dunia nyata. Medsos adalah dunia baru dengan sengkarut aturan rimba belantara beserta percakapan yang terlampau liar. Lalu apakah kita terlambat mengatasi ancaman disintegrasi bangsa ini? Tentu saja tidak.

Kita masih punya kans besar untuk memutus mata rantai permasalahan yang diakibatkan oleh pemanfaatan medsos yang tidak bertanggung jawab tersebut. Maka dari itu, kita perlu menyasar untuk melakukan pemberadaban medsos yang baik bagi generasi muda. Mereka adalah tunas muda yang harus kita lindungi dari kekalutan yang pernah orang dewasa lakukan di generasi awal munculnya medsos ini. Jadi, tentunya masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya tersebut. Maka dari itu, kita memerlukan peranti untuk membudayakan toleransi dalam bermedsos, yakni melalui sebuah kurikulum di sekolah formal. Dengan hadirnya kurikulum bermedsos ini, maka pembudayaan toleransi dalam bermedsos akan mulai dapat mengemuka di masyarakat, khususnya pada generasi muda.

Seperti kita ketahui, evolusi penggunaan medsos selama ini telah berubah dan berkembang. Dulu medsos digunakan sebagai ajang mencari teman baru, namun sekarang telah menjadi arena pertempuran, misalnya pada saat tahun-tahun politik. Berbagai macam warita bohong alias hoax dan hasutan adu domba bertebaran di mana-mana. Adanya perseteruan antar golongan yang memainkan isu SARA di medsos merupakan sesuatu hal yang tidak boleh dibenarkan. Maka dari itu, pentingnya kurikulum medsos di maktab adalah sungguh mendesak untuk meredam konflik yang memainkan isu SARA yang ada di internet. Krusialitas adanya kurikulum ini merupakan sebuah keniscayaan bagi generasi muda.

Tidak hanya pada tarikh politik saja medsos memanas. Setelah dihadapkan dengan tahun politik yang penuh polemik tersebut, medsos kembali dihebohkan dengan persoalan pandemi Covid-19 yang menjadi area pertempuran narasi baru. Berita kibul soal pandemi dan konspirasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tersebut telah membuat pemerintah kewalahan. Padahal, jika kita semuanya sebagai masyarakat bisa patuh, tertib dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan pandemi ini bersama-sama, maka pagebluk ini akan lebih cepat berakhir. Rentetan berita dan informasi hoax tersebutlah yang membuat kita kesulitan keluar dari masa-masa krisis seperti saat pandemi tersebut.

Di tengah pandemi dan krisis, kita sebagai generasi muda haruslah menyebarkan pesan yang positif kepada publik. Pesan narasi yang sejuk serta damai adalah oase di tengah ketakutan dan kekhawatiran masyarakat. Petuah perdamian dan upaya menghindari friksi SARA adalah sesuatu upaya yang harus selalu disebarkan. Dengan begini, faktor-faktor yang menyebabkan disintegrasi bangsa juga akan memudar.

Sekali lagi, etika bermedsos sudah dapat dikatakan sebagai cara sopan santun di era teknologi informasi. Dulu, orang tua kita selalu mengajarkan sopan santun dan tata krama di kehidupan nyata. Namun, kini sejak adanya dunia maya, yang juga merupakan bagian dari dunia nyata dengan akses jangkauan tidak terbatas, maka sopan santun di medsos perlu diajarkan. Etika bermedsos akan menjadi pengingat bahwa kita ini adalah bangsa yang beragam, sehingga apapun ucapan kita jangan sampai memecah belah keberagaman di dalamnya. Kita butuh lebih banyak anak muda yang berani bersuara untuk menyebarkan pesan perdamaian di Indonesia. Lalu, apakah kita semua sudah menyampaikan pesan perdamaian hari ini?

#SuperBercerita