Rabu, 10 Januari 2024

Manfaat Corporate University Dalam Organisasi Kesehatan

Untuk mengubah budaya organisasi kesehatan telah dicanangkan ‘corporate university’ di Kementerian Kesehatan. Jelaskan yang disebut corporate university dan kaitannya dengan organisasi pembelajar.

Jawaban:

Corporate University adalah suatu pendekatan di mana organisasi mengadopsi konsep universitas dalam lingkungan bisnis mereka sendiri. Ini bukan universitas tradisional, melainkan sebuah inisiatif yang dirancang untuk memberikan pendidikan dan pelatihan secara terstruktur kepada karyawan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Corporate University bertujuan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang terintegrasi dan berkelanjutan di dalam perusahaan. Pengimplementasian konsep 'corporate university' di Kementerian Kesehatan merupakan langkah strategis untuk merubah budaya organisasi menuju pendekatan yang lebih pembelajar. Berikut beberapa manfaat dan implikasi yang dapat dilihat dari adopsi 'corporate university' di lingkungan Kementerian Kesehatan

Kaitannya dengan konsep organisasi pembelajar, corporate university memiliki banyak manfaat sebagai:

1.      Pembelajaran Terstruktur

Corporate University menciptakan program-program pelatihan dan pendidikan yang terstruktur untuk memenuhi kebutuhan spesifik organisasi. Ini mencakup pengembangan keterampilan teknis, kepemimpinan, manajemen dan peningkatan kapasitas lainnya yang diidentifikasi sebagai kunci untuk kesuksesan organisasi. Dengan demikian, konsep ini memfasilitasi pembelajaran terstruktur di dalam organisasi.

2.      Pemberdayaan Karyawan

Corporate University memberikan kesempatan kepada karyawan untuk terus mengembangkan diri mereka. Dengan adanya peluang untuk belajar, karyawan merasa didukung dan diberdayakan untuk meningkatkan keterampilan serta pengetahuan mereka. Ini sesuai dengan prinsip organisasi pembelajar yang memberikan penekanan pada pemberdayaan karyawan dan pengembangan sumber daya manusia.

3.      Adaptasi Terhadap Perubahan

Sebagai bagian dari konsep organisasi pembelajar, Corporate University memungkinkan organisasi untuk lebih mudah beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan bisnis. Dengan memberikan pelatihan yang relevan dan terus menerus, organisasi dapat memastikan bahwa karyawan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan baru dan berpartisipasi dalam inovasi.

4.      Budaya Pembelajaran

Corporate University membantu membangun budaya pembelajaran di dalam organisasi. Ini melibatkan tidak hanya pengembangan keterampilan individu tetapi juga pembagian pengetahuan dan pengalaman di antara anggota tim. Dengan menciptakan budaya di mana belajar dihargai dan didorong, organisasi dapat mencapai tingkat adaptabilitas dan inovasi yang lebih tinggi.

5.      Pemimpin sebagai Pembelajar

Konsep Corporate University dan organisasi pembelajar menekankan pentingnya peran pemimpin sebagai pembelajar yang terus-menerus. Melalui Corporate University, pemimpin dapat mengakses pelatihan tingkat tinggi yang mendukung pengembangan kepemimpinan mereka, memastikan bahwa mereka dapat memimpin organisasi menuju masa depan yang sukses.

Dengan mengintegrasikan Corporate University, organisasi dapat memanfaatkan konsep pembelajaran yang terstruktur dan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kapasitas karyawan mereka. Ini menciptakan lingkungan di mana pembelajaran adalah bagian integral dari budaya organisasi, mendukung prinsip-prinsip organisasi pembelajar.

Senin, 01 Januari 2024

Penerapan Learning Organization Pada Organisasi Kesehatan

Berbagai masalah kesehatan di Indonesia yang belum terselesaikan bisa jadi terkait dengan model organisasi kesehatan yang belum merupakan organisasi yang pembelajar. Jelaskan pendapat anda dengan menggunakan analisis berbasis Peter M Senge?

Jawaban:

Masalah kesehatan di Indonesia yang belum terselesaikan dapat disebabkan oleh kurangnya implementasi model organisasi kesehatan yang bersifat pembelajar. Pertama, model organisasi kesehatan yang cenderung hierarkis dan kurang responsif terhadap perubahan mungkin menghambat adaptasi terhadap perkembangan penyakit dan tantangan kesehatan baru. Organisasi kesehatan yang tidak bersifat pembelajar cenderung kurang fleksibel dalam merespon perubahan epidemiologi dan teknologi kesehatan, sehingga penanganan masalah kesehatan dapat menjadi kurang optimal.

Kedua, kurangnya kolaborasi antara sektor kesehatan dan pihak-pihak terkait lainnya juga dapat menjadi dampak dari model organisasi kesehatan yang belum bersifat pembelajar. Penyelesaian masalah kesehatan seringkali memerlukan pendekatan lintas sektoral, termasuk kerjasama dengan pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan sektor swasta. Model organisasi yang tidak mendorong pembelajaran dan kolaborasi dapat menghambat upaya bersama dalam mengatasi masalah kesehatan secara holistik.

Ketiga, kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait kesehatan dapat menjadi indikator bahwa organisasi kesehatan belum berperan sebagai organisasi pembelajar. Model organisasi yang bersifat pembelajar seharusnya memberikan ruang partisipatif kepada masyarakat dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program-program kesehatan. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif, organisasi kesehatan dapat lebih efektif menanggapi kebutuhan dan aspirasi masyarakat, memperkuat sistem kesehatan, dan secara keseluruhan meningkatkan kemampuan organisasi dalam menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia.

Seperti diketahui, bahwa organisasi pembelajaran merujuk kepada suatu entitas atau lingkungan di mana proses pembelajaran diintegrasikan secara sistematis dan berkelanjutan ke dalam budaya, struktur dan praktik organisasi. Dalam organisasi pembelajaran, pendekatan ini tidak hanya diterapkan pada individu-individu yang terlibat, tetapi juga terkait dengan seluruh sistem organisasi. Tujuannya adalah untuk mendorong pembaruan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi di semua tingkatan, sehingga organisasi dapat terus beradaptasi dengan perubahan lingkungan, inovasi, dan tuntutan pasar. Organisasi pembelajaran menciptakan lingkungan yang mendukung kolaborasi, refleksi, eksperimen dan perbaikan berkelanjutan dalam upaya untuk mencapai tujuan strategis dan meningkatkan kinerja keseluruhan.

Learning Organization atau organisasi pembelajar pertama kali diperkenalkan oleh Peter Senge melalui bukunya berjudul "The Fifth Discipline" pada tahun 1990. Menurut Senge, keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kemampuannya untuk mengembangkan dirinya menjadi organisasi pembelajar. Dalam konteks ini, organisasi pembelajar diartikan sebagai entitas di mana setiap individu secara terus-menerus meningkatkan kemampuannya untuk mencapai hasil yang sesuai harapan. Di dalam buku tersebut, juga diungkapkan bahwa dalam organisasi pembelajar, individu memiliki kebebasan untuk mengembangkan gagasan-gagasan baru, mengemukakan aspirasi mereka, dan terus belajar bagaimana cara belajar bersama. Senge juga mengusulkan penggunaan lima komponen teknologi, yaitu pemikiran sistem, penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, dan pembelajaran tim, untuk mencapai tujuan tersebut.


1.      Personal Mastery (Penguasaan Diri)

Salah satu permasalahan utama dalam organisasi kesehatan di Indonesia adalah kurangnya penguasaan diri individu dan tim kesehatan terkait dengan perkembangan ilmiah dan teknologi di bidang kesehatan. Adopsi teknologi terkini, pemahaman mendalam terkait penyakit tertentu, dan pengembangan keterampilan individu dalam hal praktik medis yang terkini mungkin belum menjadi fokus utama. Sebagai organisasi pembelajar, diperlukan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, pelatihan berkelanjutan, dan insentif bagi para profesional kesehatan untuk terus meningkatkan keterampilan mereka.

2.      Mental Models (Model Mental)

Beberapa organisasi kesehatan mungkin masih menggunakan model mental yang ketinggalan zaman atau kurang adaptif terhadap perkembangan baru dalam bidang medis. Misalnya, pendekatan tradisional terhadap perawatan kesehatan mungkin masih mendominasi, sementara metode baru yang lebih efektif kurang mendapat perhatian. Transformasi model mental ini memerlukan budaya organisasi yang mendukung eksperimen, evaluasi dan adaptasi terhadap inovasi terkini.

3.      Shared Vision (Visi Bersama)

Organisasi kesehatan di Indonesia mungkin mengalami tantangan dalam merumuskan dan mengkomunikasikan visi bersama yang kuat terkait dengan kesehatan masyarakat. Visi yang jelas dan dibagikan oleh semua pemangku kepentingan merupakan landasan penting bagi organisasi pembelajar. Diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengidentifikasi dan mengkomunikasikan visi bersama yang menginspirasi, menarik, dan memotivasi anggota organisasi serta masyarakat.

4.      Team Learning (Pembelajaran Tim)

Kerjasama dan pembelajaran kolektif mungkin belum menjadi fokus utama dalam banyak organisasi kesehatan. Mungkin terdapat hambatan komunikasi antaranggota tim atau kurangnya mekanisme formal untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Organisasi perlu mendorong kolaborasi dan membangun lingkungan di mana pembelajaran tim dihargai dan diaktifkan. Ini melibatkan pembentukan tim multidisiplin, forum diskusi dan platform berbagi pengetahuan.

5.      Systems Thinking (Berpikir Sistem)

Sistem kesehatan di Indonesia mungkin belum dikelola secara efektif dengan pemikiran sistem. Banyak masalah kesehatan bersifat kompleks dan saling terkait dan pendekatan berbasis sistem masih kurang diterapkan. Sebagai organisasi pembelajar, diperlukan kesadaran terus-menerus terhadap efek sistemik dari keputusan dan tindakan organisasi. Analisis sistem kesehatan secara menyeluruh dan perencanaan strategis yang mencakup elemen-elemen kompleks tersebut menjadi penting untuk meningkatkan efektivitas dan responsivitas organisasi terhadap masalah kesehatan.