Berbagai masalah kesehatan di Indonesia yang belum terselesaikan bisa jadi terkait dengan model organisasi kesehatan yang belum merupakan organisasi yang pembelajar. Jelaskan pendapat anda dengan menggunakan analisis berbasis Peter M Senge?
Jawaban:
Masalah kesehatan di Indonesia yang belum
terselesaikan dapat disebabkan oleh kurangnya implementasi model organisasi
kesehatan yang bersifat pembelajar. Pertama, model organisasi kesehatan yang
cenderung hierarkis dan kurang responsif terhadap perubahan mungkin menghambat
adaptasi terhadap perkembangan penyakit dan tantangan kesehatan baru.
Organisasi kesehatan yang tidak bersifat pembelajar cenderung kurang fleksibel
dalam merespon perubahan epidemiologi dan teknologi kesehatan, sehingga
penanganan masalah kesehatan dapat menjadi kurang optimal.
Kedua, kurangnya kolaborasi antara sektor
kesehatan dan pihak-pihak terkait lainnya juga dapat menjadi dampak dari model
organisasi kesehatan yang belum bersifat pembelajar. Penyelesaian masalah
kesehatan seringkali memerlukan pendekatan lintas sektoral, termasuk kerjasama
dengan pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan sektor swasta. Model
organisasi yang tidak mendorong pembelajaran dan kolaborasi dapat menghambat
upaya bersama dalam mengatasi masalah kesehatan secara holistik.
Ketiga, kurangnya
pemberdayaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait kesehatan
dapat menjadi indikator bahwa organisasi kesehatan belum berperan sebagai
organisasi pembelajar. Model organisasi yang bersifat pembelajar seharusnya
memberikan ruang partisipatif kepada masyarakat dalam perencanaan,
implementasi, dan evaluasi program-program kesehatan. Dengan melibatkan
masyarakat secara aktif, organisasi kesehatan dapat lebih efektif menanggapi
kebutuhan dan aspirasi masyarakat, memperkuat sistem kesehatan, dan secara
keseluruhan meningkatkan kemampuan organisasi dalam menyelesaikan masalah
kesehatan di Indonesia.
Seperti diketahui,
bahwa organisasi pembelajaran merujuk
kepada suatu entitas atau lingkungan di mana proses pembelajaran diintegrasikan
secara sistematis dan berkelanjutan ke dalam budaya, struktur dan praktik
organisasi. Dalam organisasi pembelajaran, pendekatan ini tidak hanya
diterapkan pada individu-individu yang terlibat, tetapi juga terkait dengan
seluruh sistem organisasi. Tujuannya adalah untuk mendorong pembaruan
pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi di semua tingkatan, sehingga
organisasi dapat terus beradaptasi dengan perubahan lingkungan, inovasi, dan
tuntutan pasar. Organisasi pembelajaran menciptakan lingkungan yang mendukung
kolaborasi, refleksi, eksperimen dan perbaikan berkelanjutan dalam upaya untuk
mencapai tujuan strategis dan meningkatkan kinerja keseluruhan.
Learning Organization atau
organisasi pembelajar pertama kali diperkenalkan oleh Peter Senge melalui
bukunya berjudul "The Fifth Discipline" pada tahun 1990.
Menurut Senge, keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada
kemampuannya untuk mengembangkan dirinya menjadi organisasi pembelajar. Dalam
konteks ini, organisasi pembelajar diartikan sebagai entitas di mana setiap
individu secara terus-menerus meningkatkan kemampuannya untuk mencapai hasil
yang sesuai harapan. Di dalam buku tersebut, juga diungkapkan bahwa dalam
organisasi pembelajar, individu memiliki kebebasan untuk mengembangkan
gagasan-gagasan baru, mengemukakan aspirasi mereka, dan terus belajar bagaimana
cara belajar bersama. Senge juga mengusulkan penggunaan lima komponen
teknologi, yaitu pemikiran sistem, penguasaan pribadi, model mental, visi
bersama, dan pembelajaran tim, untuk mencapai tujuan tersebut.
1.
Personal
Mastery (Penguasaan Diri)
Salah satu permasalahan
utama dalam organisasi kesehatan di Indonesia adalah kurangnya penguasaan diri
individu dan tim kesehatan terkait dengan perkembangan ilmiah dan teknologi di
bidang kesehatan. Adopsi teknologi terkini, pemahaman mendalam terkait penyakit
tertentu, dan pengembangan keterampilan individu dalam hal praktik medis yang
terkini mungkin belum menjadi fokus utama. Sebagai organisasi pembelajar,
diperlukan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, pelatihan
berkelanjutan, dan insentif bagi para profesional kesehatan untuk terus
meningkatkan keterampilan mereka.
2.
Mental
Models (Model Mental)
Beberapa organisasi
kesehatan mungkin masih menggunakan model mental yang ketinggalan zaman atau
kurang adaptif terhadap perkembangan baru dalam bidang medis. Misalnya,
pendekatan tradisional terhadap perawatan kesehatan mungkin masih mendominasi,
sementara metode baru yang lebih efektif kurang mendapat perhatian.
Transformasi model mental ini memerlukan budaya organisasi yang mendukung
eksperimen, evaluasi dan adaptasi terhadap inovasi terkini.
3.
Shared
Vision (Visi Bersama)
Organisasi kesehatan di
Indonesia mungkin mengalami tantangan dalam merumuskan dan mengkomunikasikan
visi bersama yang kuat terkait dengan kesehatan masyarakat. Visi yang jelas dan
dibagikan oleh semua pemangku kepentingan merupakan landasan penting bagi
organisasi pembelajar. Diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengidentifikasi dan
mengkomunikasikan visi bersama yang menginspirasi, menarik, dan memotivasi
anggota organisasi serta masyarakat.
4.
Team
Learning
(Pembelajaran Tim)
Kerjasama dan
pembelajaran kolektif mungkin belum menjadi fokus utama dalam banyak organisasi
kesehatan. Mungkin terdapat hambatan komunikasi antaranggota tim atau kurangnya
mekanisme formal untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Organisasi perlu
mendorong kolaborasi dan membangun lingkungan di mana pembelajaran tim dihargai
dan diaktifkan. Ini melibatkan pembentukan tim multidisiplin, forum diskusi dan
platform berbagi pengetahuan.
5.
Systems
Thinking (Berpikir
Sistem)
Sistem kesehatan di
Indonesia mungkin belum dikelola secara efektif dengan pemikiran sistem. Banyak
masalah kesehatan bersifat kompleks dan saling terkait dan pendekatan berbasis
sistem masih kurang diterapkan. Sebagai organisasi pembelajar, diperlukan
kesadaran terus-menerus terhadap efek sistemik dari keputusan dan tindakan
organisasi. Analisis sistem kesehatan secara menyeluruh dan perencanaan
strategis yang mencakup elemen-elemen kompleks tersebut menjadi penting untuk
meningkatkan efektivitas dan responsivitas organisasi terhadap masalah
kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar