Sebuah perjalanan ilmu pengetahuan secara historis telah
mengikis faham metafisika dengan disiplin filsafat yang mengkaji being qua being (yang ada sebagai ada)
atau biasa dikenal sebagai ontologi.
Faham rasionalitas Aristoteles masihlah kabur dalam
menjelaskan keberadaan yang ‘ada’ dengan keberadaan secara ilahiah. Maka dari
itu Kant mengembangkannya bahwa rasionalitas berubah menjadi kemampuan
menangkap atau mengolah kesan-kesan inderawi menjadi suatu pengetahuan. Maka
dari itu, dia mengesampingkan aspek teologi dan kosmologi sebagai bentuk dari
rasionalitas, melainkan sebagai metafisika. Hal inilah yang dikembangkan
filusif selanjutnya yang menekankan pada aspek rasional sebagai titik tumpu
revolusi ilmu pengetahuan modern ini. Sedangkan aspek metafisika seringkali
luput dalam pembahasan, bahkan sampai saat ini pembahasan hhal-hal klenik masih
belum tergali secara rasional.
Dalam hal ini, aspek metafisika yang akan diakngkat adalah
sebuah sihir yang difokuskan dalam santet. Santet sering dibahas dalam kajian
budaya, bahkan saat ini menjadi topik bahasan hukum. Sejarah menunjukkan bahwa
ilmu-ilmu sihir seperti santet telah menjadi cerita-cerita rakyat di Indonesia.
Catatanh sejarah Eropa, Afrika, dan Amerika pun telah tumbuh subur dukun yang
meguasai ilmu voodoo tersebut pada abad pertengahan. Bahkan cerita mitos dan
legenda mengenai sihir menjadi literasi populer pada abad ke 21 ini.
Penelitian terhadap jimat-jimat oleh National Geographic
telah mengindikasikan bahwa penduduk Romawi memiliki kebiasaan membuat orang
dibencinya sekarat dengan menuliskan mantra di lembar timah tipis yang ditusuk
paku. Lalu dilempar ke sumur keramat agar para pemilik kekuatan kosmos seperti
jin, setan, atau dewa dapat membatu mengabulkan permintaannya. Sama dengan
penggunaan jimat di negara Mesir, Yunani, Turki, Arab Kuno, India dan Yahudi
yang menggunakan perhiasan atau kalung berbentuk telapak tangan yang mengarah
kedepan dengan mata ditengahnya.
Hampir semua penduduk dunia mengenal adanya kekuatan
metafisika dan sihir. Sama halnya dengan santet yang ada di Indonesia. Pada
dasarnya dampak dari santet memang bisa dirasakan, hanya saja barang bukti dan
tidak semua prosedurnya dapat diketahui dan dijelaskan secara rasional. Karena
kita hanya memandang asumsi kenyataan berdasarkan panca indera, maka diluar
nalar yang diterima panca indera hal tersebut menjadi tidak berlaku. Padahal
pada kenyataannya memang kepekaan manusia berbeda-beda satu dengan lainnya.
Pada dasarnya, seperti halnya mempelajari hal yang rasional
saja ilmu santet dapat dipelajari. Sesuatu yang dapat dipelajari dan ada
merupakan sesuatu yang rasional, hanya saja perkembangan ilmu pengetahuan hanya
menetapkan suatu pengujian yang universal dan menggeneralisir dalam
standar-standar kebakuan tertentu. Maka dari itu, perkembangan metafisika
dikesampingkan karena dianggap tidak memiliki kaidah-kaidah yang dapat diterima
secara umum. Meskipun, sudah banyak yang telah membuktikan keberadaan dan
kebenaran rasionalitas metafisika seperti fenomena santet. Mungkin saja apabila
hal metafisika seperti santet sudah teruji secara rasional, perkembagan ilmu
tidak akan pakem pada hal rasional saja, akan tetapi akan terus muncul fenomena
metafisika yang selalu mengiringi pemikiran manusia. Karena pada dasarnya
perkembangan peradaban manusia tidak hanya berkaitan dengan perwujudan yang
bisa dijelaskan, akan tetapi banyak juga yang tidak bisa dijelaskan, dan itu
semua tercakup dalam kerangka metafisika.
Suatu saat nanti, pasti ada penjelasan yang rasional yang
masuk dalam tataran ontologis dalam mengungkap fenomena santet ini. Dengan
pembuktian yang lebih ilmiah dan komprehensif yang tidak hanya berlaku pada
tataran sosial dan budaya saja, akan tetapi lebih ke basicnya sebagai ilmu alam
seperti fisika. Seperti halnya Gravitasi, kita tidak bisa memegang atau melihat
bagaimana energi yang berkerjannya, akan tetapi dampaknya memang terlihat.
Sedangkan santet ini padahal bisa dijelaskan secara rasional, karena apa yang
bisa dirasakan manusia dengan panca indera adalah sebuah rasionalitas, hanya
saja kita belum menemukan dimana titik rasional universal yang dapat
menjelaskan fenomenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar