Kondisi pangan di indonesia yang sangat tergantung pada
tindakan impor menjadi isu besar dalam menghadapi krisis pangan. selayaknya
tindakan negara dalam menghidupi rakyatnya dalam mencukupi kebijakan ketahanan
pangan, kegiatan impor saat ini merupakan tindakan skak mat yang harus dilakukan. Bergantung terhadap impor inilah ini
indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan tersebut.
Impor indonesia pada tahun ini 1,75 juta ton beras dan
menjadi negara pengimpor beras terbesar kedua di dunia. Swasembada pangan sulit
terealisasi meskipun kita adalah negara agraris, dikarenakan infrastruktur
dalam sistem pertanian kita tidak dapat berfungsi maksimal dalam menjalankan
kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Bila hanya mengandalkan
kegiatan pertanian tanpa ada lobi politik dan payung hukum dari pemerintah,
kita akan sulit berupaya dalam mengembangkan kegiatan tersebut.
Kurangnya perhatian secara langsung dari masyarakat dalam
bidang pertanian menjadi akar permasalahan dari krisis pangan ini. Kegiatan
agribisnis yang hanya dikelola sekitar 4% secara manajerial yang terstruktur
oleh para wirausahawan tersebut adalah potret betapa kurangnya masyarakat kita
untuk terjun ke dalam sektor pertanian. Hal ini juga yang mempengaruhi
berkurangnya hasil panen dan persaingan bisnis pertanian di dalam negeri dan ke
luar negeri oleh negara kita.
Salah satu upaya mendesak yang realistis dilakukan oleh
pemerintah adalah melalui impor beras tersebut. Selain itu, untuk menjaga agar
impor tidak membengkak dan melindungi ketahanan ketersediaan beras adalah dengan
adanya diversifikasi pangan. Pada masalah diversifikasi ini, terdapat banyak
tindakan dari regulasi pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi kultural
masyarakat indonesia.
Regulasi pemerintah sejak tahun 60-an mencanangkan adanya
diversifikasi pangan melalui Inpres No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu
Utama Rakyat (UPMMR), dan disempurnakan oleh Inpres No. 20 Tahun 1979. Program
pemerintah tersebut didasrkan atas rangkaian agenda global seperti Universal
Declaration of Human Right yang bertujuan mencapai ketahanan pangan dan
menghapuskan kelaparan di semua anggota negaranya.
Berdasarkan regulasi tersebut, tujuan dicanangkan
diversifikasi pangan akan sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan dunia.
Hal ini bertujuan untuk semua negara di dunia secara merata dapat mendapatkan
akses untuk kebutuhan pangan. tindakan realisasi di indonesia tidak semudah
itu, kita sudah hampir 50 tahun sejak program itu direncanakan, namun sampai
saat ini kebutuhan pokok akan beras sulit dihilangkan.
Meskipun banyak negara yang telah berhasil dalam usaha
diversifikasi pangan seperti Jepang, Malaysia, dan Thailand, kita tidak bisa
menerapkan langsung di indonesia karena banyak faktor yang menyebabkan sulitnya
kegiatan diversifikasi pangan. kestabilan ekonomi dan politik sangat
berpengaruh besar terhadap usaha diversifikasi ini.
Berdasarkan pada analisa relativisme budaya, sulitnya
diversifikasi pangan diterapkan di indonesia tidak dapat dibandingkan dengan
keberhasilan negara lain yang telah sukses dalam kegiatan diversifikasi pangan.
Dari segi budaya, kebiasaan masyarakat kita dalam mengkonsumsi nasi tidak dapat
dihindarkan, apalagi diubah dalam waktu yang dekat. Pola kebiasaan masyatrakat
yang dirubah pada dasarnya berimbas kepada kondisi konflik kebiasaan di dalam
diri anggota masyarakat.
Belum tentu cara yang sudah sukses digunakan di negara lain
dapat berakibat sama terhadap penerapannya di negara indonesia. Hal ini
dikarenakan bahwa pemaksaan regulasi akan cenderung menciptakan konflik tradisi
di dalam kebiasaan masyarakat. Evolusi kebiasaan, terutama pada basic tradition
seperti jenis makanan adalah sesuatu yang mendasar dalm kegiatan manusia
sehari-hari.
Pemaksaan diversifikasi berdasarkan regulasi dalam waktu
yang singkat tanpa didorong oleh kegiatan seperti sosialisasi jangka panjang
akan berujung kepada beturan budaya di dalam masyarakat. Dengan demikian akan
berdampak besar terhadap kegiatan sehari-hari dan merubah kondisi produktivitas
yang cenderung menurun. Apabila pemaksaan diversifikasi dalam waktu dekat ini
digalakkan, akan cenderung terjadi penyesuaian makanan yang berujung terhadap
kelaparan. Karena pada dasarnya, makanan adalah bentuk dari produk budaya yang
akan berpengaruh besar terhadap masyarakat apabila dirubah dalam pemaksaan atau
dalam waktu dekat. Perlu adanya proses jangka panjang dan dukungan dari
berbagai faktor kondisi sosial, politik, dan ekonomi di dalam masyarakat.
setuju dek dani :) makin keren aja tulisannya
BalasHapus