Sejak tahun 2015, pemerintah telah berkomitmen besar dalam merealisasikan program desa berlistrik yang merata di seluruh nusantara. Harapannya, sebanyak 82.190 desa di seluruh Indonesia telah berlistrik di tahun 2020. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mendata bahwa di tahun 2016 ada sekitar 2.519 desa yang masih gelap gulita atau belum berlistrik sama sekali. Sedangkan ada sekitar 12.000 desa belum teraliri listrik dengan baik dan sebagian besar di daerah terpencil.
Namun Perusahaan Listrik Negara (PLN)
menyajikan data yang berbeda terkait desa berlum berlistrik, berdasarkan hasil
survei mandiri. Pada tahun 2017, PLN menyebutkan ada 3.883 desa yang belum
berlistrik di Indonesia. Sebagian besar tetap ada pada wilayah terpencil.
Artinya, jumlah ini membengkak 1.364 desa dari data Kementerian ESDM atau
sebesar 1,5 kali lipat dari data kementerian. Walaupun ada perbedaan data dari
kedua instansi tersebut, namun kita bisa menyimpulkan bahwa kondisi
elektrifikasi yang berkelanjutan di desa terpencil adalah problematika bangsa
yang harus segera diselesaikan.
Jika kita mengacu kepada data dari
Kementerian ESDM sebagai tolok ukur progres pengentasan desa belum berlistrik,
maka pada tahun 2020 prestasi pemerintah sudah cukup membanggakan. Tercatat per April 2020 rasio elektrifikasi telah mencapai
98,93%. Kini hanya tinggal 433 desa yang masih menjadi perhatian utama untuk
dialiri listrik agar di tahun 2021 rasio elektrifikasinya mencapai 100%. Hal
ini berarti bahwa poin nawacita energi berkeadilan yang bertujuan untuk
menyediakan energi (available) dengan
harga terjangkau (affordable) bagi
seluruh rakyat Indonesia akan tercapai dengan adil dan merata, terutama pada
perihal elektrifikasi.
Lalu, pemerintah perlu membuat rencana
lanjutan setelah rasio eletrifikasi telah mencapai 100% tersebut. Pertama,
perlu dilakukan identifikasi secara jelas apakah elektrifikasinya
berkelanjutan. Kedua, mengupayakan ketersediaan energi listriknya tidak
terputus-putus. Ketiga, harus ada evaluasi yang menjelaskan adanya implikasi
positif terhadap kesejahteraan rakyat, iklim usaha dan pertumbuhan ekonomi.
Apabila ketiga hal tersebut setelah dievaluasi dan didapati hasil bahwa
ternyata elektrifikasinya belum berkelanjutan, maka kita tentu memerlukan
strategi baru beserta pendekatan teknologi yang tepat, guna membantu ketersediaan
tenaga listrik di pedesaan.
Meskipun pemerintah telah mencanangkan
program peningkatan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW guna melisitriki desa
yang belum terlistriki, nampaknya kita masih tetap memerlukan alternatif sumber
elektrifikasi yang dapat dibangun di pedesaan terpencil. Pembangunan
infrastruktur energi alternatif ini tentunya dapat dilakukan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) seperti PT Hutama Karya yang telah teruji dalam
pengembangan kawasan dan infrastruktur energi sampai pengolahan limbah.
Harapannya, PT Hutama Karya bisa membantu memaksimalkan rasio elektrifikasi
yang telah mencapai 100% ini agar lebih optimal lagi dan dapat dinikmati oleh
masyarakat desa terpencil.
Urgensi
Reaktor Biogas di Desa Terpencil
Berdasarkan riset PLN dan wawancara
kualitatif saya dengan kawan yang berada di daerah terpencil, didapatkan
informasi bahwa elektrifikasi masih belum optimal. Di dearah luar pulau Jawa dan
Sumatra masih banyak desa yang mengalami gangguan listrik setiap hari. Mati
lampu pun sudah menjadi makanan sehari-hari. Terutama pada daerah terpencil
yang berada di pulau-pulau kecil. Hal ini merupakan tantangan negara saat ini,
karena untuk Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 membutuhkan
koneksi internet yang stabil dan tentu saja elektrifikasi yang mumpuni.
Melihat fenomena tersebut, kita
memerlukan infrastruktur energi alternatif yang sangat mungkin untuk diterapkan
pada desa terpencil di Indonesia. Diketahui, rata-rata desa terpencil di Indonesia
memiliki demografis yang lebih agraris ketimbang di Pulau Jawa dan Sumatera.
Artinya, kita membutuhkan energi alternatif yang bersumber pada potensi desa
terpencil tersebut yang sebagian besar masih didominasi oleh sektor pertanian, perikanan
dan peternakan. Dari semua energi alternatif yang ada, biogas adalah yang
paling memungkinkan untuk diimplementasikan di desa terpencil tersebut. Maka
dari itu, keberadaan reaktor biogas di pedesaan menjadi suatu infrastruktur
yang penting untuk dibangun guna kebutuhan elektrifikasi yang berkelanjutan.
Residu dari hasil pertanian seperti
sampah organik tentu saja bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Selain
itu sisa produk peternakan seperti kotoran ternak sapi, babi, kuda, kambing,
kerbau sampai ayam juga sangat tepat sebagai bahan baku utama biogas. Tidak
hanya itu, gulma-gulma dari pertanian pun bisa dimanfaatkan, misalnya saja
eceng gondok yang memiliki kadar hemiselulosa
dan selulosa yang tinggi. Intinya,
semua sampah organik dan kotoran hewan tersebut dapat diproses fermentasi untuk
dijadikan biogas.
Lalu, untuk mengolah sampah organik
dan kotoran hewan tersebut diperlukan infrastuktur berupa reaktor biogas yang
berjenis kubah beton atau fix dome.
Reaktor kubah beton ini dipilih karena kondisi infrastrukturnya yang sangat
kedap sehingga dapat memaksimalkan produksi biogas yang lebih efektif dan melimpah.
Infrastuktur ini sangat cocok untuk mengurai dan mengolah sampah organik serta
kotoran ternak agar lebih efisien sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal
oleh warga. Selain itu, reaktor kubah beton ini cukup kokoh dalam segala cuaca,
iklim serta kontur tanah. Sehingga, bangunannya akan bertahan lebih lama
dibandingkan dengan reaktor yang bukan kubah beton.
Jadi apabila dibangun pada desa
terpencil yang kontur tanahnya tidak rata, reaktor kubah beton ini akan lebih
awet. Terlebih, reaktor jenis ini juga minim perawatan dan punya ketahanan
sampai 25 tahun dibandingkan reaktor yang biasa. Meskipun dari segi
pembangunannya relatif lebih sulit dibandingkan dengan reaktor biogas biasa,
nyatanya reaktor kubah beton punya segudang manfaat terutama sebagai pusat
energi alternatif yang tentunya dapat dimanfaatkan untuk elektrifikasi.
Tentunya, PT Hutama Karya sebagai BUMN yang telah berpengalaman dalam bidang
infrastruktur, harapannya dapat merealisasikan proyek reaktor biogas kubah
beton ini bagi desa terpencil yang masih belum optimal elektrifikasinya.
Pemanfatan
Energi Biogas
Bagi desa terpencil, energi biogas
dapat dimanfaatkan ke berbagai macam hal. Misalnya saja sebagai bahan bakar pengganti
minyak tanah dan batu bara di rumah tangga. Sedangkan yang paling krusial untuk
pemanfaatannya adalah untuk penerangan dan menjadikannya sebagai listrik
melalui generator listrik. Tentu hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengonversinya terlebih dahulu agar biogas dapat menjadi energi listrik. Hal
yang umumnya perlu tersedia adalah generator listrik berbasis mesin uap.
Secara sederhana, prosesnya diawali dengan
pembakaran biogas yang mengandung metana
(CH4), sehingga menghasilkan udara yang sangat panas. Udara panas tersebut
dibuat untuk membuat air panas, sehingga menghasilkan aliran uap bersuhu
tinggi. Aliran uap bersuhu tinggi ini tentunya akan bertekanan tinggi, sehingga
akan dapat menggerakkan turbin dengan rotasi yang cepat. Turbin yang terinduksi
magnet akan dapat menghasilkan listrik yang dapat dimanfaatkan untuk penerangan
dan menghidupkan berbagai alat elektronik, termasuk gawai.
Dalam jurnal tahun 2013 yang berjudul Biogas digester as an alternative energy
strategy in the marginal villages in Indonesia, disebutkan bahwa untuk
merealisasikan proyek biogas di pedesaan diperlukan dukungan dalam hal kearifan
lokal (local wisdom), semangat juara
(the spirit of the championship), kepemimpinan
informal yang kuat (strong informal
leader), dukungan finansial pemerintah (government
financial support) dan teknologi hijau (green
technology). Artinya, setiap elemen masyarakat harus berperan aktif, sedangkan
pemerintah juga perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat agar proyek implementasi
biogas sebagai alternatif ini dapat berhasil.
Sedangkan dalam jurnal tahun 2015 yang
berjudul Benefits of Rural Biogas
Implementation to Economy and Environment: Boyolali Case Study menjelaskan
tentang manfaat biogas yang dapat mengurangi biaya energi rumah tangga.
Berdasarkan penelitian tersebut juga dengan jelas menunjukkan bahwa penggunaan
biogas secara signifikan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan dapat memperbaiki
kondisi lingkungan. Maka dari itu, pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) perlu mempercepat dukungan mereka dalam pengembangan biogas.
Hal yang sama juga diungkapkan dalam jurnal tahun 2015 yang berjudul Biogas Production in Dairy Farming in Indonesia: A Challenge for Sustainability, yang menyatakan bahwa manfaat biogas yang begitu banyak ini juga akan berpengaruh pada sektor agribisnis, terutama peternakan. Secara langsung, biogas berperan penting dalam mendukung dan memastikan sektor peternakan sapi perah tetap berkelanjutan karena ada hubungan mutualisme di antara keduanya. Jadi, mendukung implementasi biogas berarti mendukung sektor peternakan nasional.
Daftar
Pustaka
1. Purwono, Bambang Sugiyono Agus,
Suyanta dan Rahbini.2013.Biogas
digester as an alternative energy strategy in the marginal villages in
Indonesia.Malang: Elsevier
2. Hnyine, Zakaria Tazi, Saut Sagala,
Wahyu Lubis dan Dodon Yamin.2015. Benefits
of Rural Biogas Implementation to Economy and Environment: Boyolali Case Study.
Surakarta: Forum Geografi
3. Wahyudi, Jatmiko, Tb. Benito Achmad
Kurnani dan Joy Clancy.2015.Biogas
Production in Dairy Farming in Indonesia: A Challenge for Sustainability.
Int. Journal of Renewable Energy Development
Daftar
Referensi
1.
https://ebtke.esdm.go.id/post/2020/04/08/2527/pemerintah.kejar.elektrifikasi.433.desa.di.wilayah.timur (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 22:20 WIB)
2.
https://www.esdm.go.id/id/berita-unit/direktorat-jenderal-ketenagalistrikan/strategi-pemerintah-capai-rasio-elektrifikasi-99-di-tahun-2019 (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:10 WIB)
3.
https://ebtke.esdm.go.id/post/2020/04/08/2527/pemerintah.kejar.elektrifikasi.433.desa.di.wilayah.timur (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:15 WIB)
4.
https://www.esdm.go.id/id/berita-unit/direktorat-jenderal-ketenagalistrikan/strategi-pemerintah-capai-rasio-elektrifikasi-99-di-tahun-2019 (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:30 WIB)
5.
https://setkab.go.id/tahun-2020-pemerintah-rencana-melistriki-433-desa-dan-4-191-rumah-tangga/ (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:40 WIB)
6.
https://industri.kontan.co.id/news/belum-berlistrik-pemerintah-kejar-elektrifikasi-433-desa-di-wilayah-timur (diakses pada tanggal 17 Februari 2021, 23:54 WIB)