Sumber: freepik.com |
Media sosial (medsos) pada zaman sekarang ini telah memegang peranan
yang amat penting dalam menciptakan integrasi bangsa. Pemanfaatan medsos yang
positif akan menjadi obat mujarab untuk meredam konflik sosial yang dapat
memecah belah kesatuan bangsa. Berdasarkan data riset dari perusahaan media
asal Inggris, We Are Social, jumlah
penduduk Indonesia per Januari 2021 adalah 274,9 juta. Sedangkan jumlah
pengguna medsos aktifnya sebanyak 170 juta orang atau sekitar 61,8% dari jumlah
total populasi di Indonesia. Artinya, kita harus benar-benar waspada terhadap
potensi konflik yang tercipta akibat penggunaan medsos secara negatif. Ini
adalah sebuah pekerjaan besar untuk bangsa Indonesia agar kita senantiasa dapat
terus utuh dan terhindar dari ancaman disintegrasi.
Untuk menekan potensi konflik yang tak berujung di medsos, tentunya
masyarakat Indonesia harus sudah membudayakan toleransi di jagat maya. Masyarakat
Indonesia ini terbilang unik. Di kehidupan nyata, masyarakat Indonesia terkenal
dengan keramahannya, murah senyum dan cenderung mudah menerima orang lain.
Namun, di medsos, masyarakat kita menjadi agresif, barbar dan tak jarang melakukan konflik yang berkaitan dengan suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA). Bahkan beberapa riset dari luar negeri
pun menyebut bahwa netizen Indonesia
di medsos adalah yang paling tidak sopan di sedunia. Hal ini tentunya akan
menimbulkan tanda tanya besar bagi kita semua. Mengapa ada perbedaan sifat
masyarakat Indonesia saat di dunia nyata dan saat di platform medsos?
Jawaban yang paling mendekati kebenarannya adalah bahwa
internalisasi nilai sopan santun dan toleransi, sampai saat ini belum sampai ke
ranah medsos. Artinya, kita selama ini tidak pernah atau cenderung minim diajari
secara kultural untuk toleran di medsos. Bila di kehidupan nyata, kita sering
dinasehati dan diedukasi oleh orang sekitar, maka di dunia maya—yang merupakan kultur
teknologi informasi baru khas era pasca milenium, kita belum mempunyai
instrumen nilai yang baku sebagai bahan acuannya. Norma yang terbentuk di
medsos belum sekuat dan serigid dengan apa yang ada di dunia nyata. Medsos
adalah dunia baru dengan sengkarut aturan rimba belantara beserta percakapan
yang terlampau liar. Lalu apakah kita terlambat mengatasi ancaman disintegrasi
bangsa ini? Tentu saja tidak.
Kita masih punya kans besar untuk memutus mata rantai permasalahan
yang diakibatkan oleh pemanfaatan medsos yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Maka dari itu, kita perlu menyasar untuk melakukan pemberadaban medsos yang
baik bagi generasi muda. Mereka adalah tunas muda yang harus kita lindungi dari
kekalutan yang pernah orang dewasa lakukan di generasi awal munculnya medsos
ini. Jadi, tentunya masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya tersebut. Maka
dari itu, kita memerlukan peranti untuk membudayakan toleransi dalam bermedsos,
yakni melalui sebuah kurikulum di sekolah formal. Dengan hadirnya kurikulum
bermedsos ini, maka pembudayaan toleransi dalam bermedsos akan mulai dapat mengemuka
di masyarakat, khususnya pada generasi muda.
Seperti kita ketahui, evolusi penggunaan medsos selama ini telah
berubah dan berkembang. Dulu medsos digunakan sebagai ajang mencari teman baru,
namun sekarang telah menjadi arena pertempuran, misalnya pada saat tahun-tahun
politik. Berbagai macam warita bohong alias hoax
dan hasutan adu domba bertebaran di mana-mana. Adanya perseteruan antar
golongan yang memainkan isu SARA di medsos merupakan sesuatu hal yang tidak
boleh dibenarkan. Maka dari itu, pentingnya kurikulum medsos di maktab adalah sungguh
mendesak untuk meredam konflik yang memainkan isu SARA yang ada di internet.
Krusialitas adanya kurikulum ini merupakan sebuah keniscayaan bagi generasi
muda.
Tidak hanya pada tarikh politik saja medsos memanas. Setelah
dihadapkan dengan tahun politik yang penuh polemik tersebut, medsos kembali
dihebohkan dengan persoalan pandemi Covid-19
yang menjadi area pertempuran narasi baru. Berita kibul soal pandemi dan konspirasi
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tersebut telah membuat pemerintah
kewalahan. Padahal, jika kita semuanya sebagai masyarakat bisa patuh, tertib
dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan pandemi ini bersama-sama, maka
pagebluk ini akan lebih cepat berakhir. Rentetan berita dan informasi hoax tersebutlah yang membuat kita kesulitan
keluar dari masa-masa krisis seperti saat pandemi tersebut.
Di tengah pandemi dan krisis, kita sebagai generasi muda haruslah
menyebarkan pesan yang positif kepada publik. Pesan narasi yang sejuk serta
damai adalah oase di tengah ketakutan dan kekhawatiran masyarakat. Petuah
perdamian dan upaya menghindari friksi SARA adalah sesuatu upaya yang harus
selalu disebarkan. Dengan begini, faktor-faktor yang menyebabkan disintegrasi
bangsa juga akan memudar.
Sekali lagi, etika bermedsos sudah dapat dikatakan sebagai cara sopan santun di era teknologi informasi. Dulu, orang tua kita selalu mengajarkan sopan santun dan tata krama di kehidupan nyata. Namun, kini sejak adanya dunia maya, yang juga merupakan bagian dari dunia nyata dengan akses jangkauan tidak terbatas, maka sopan santun di medsos perlu diajarkan. Etika bermedsos akan menjadi pengingat bahwa kita ini adalah bangsa yang beragam, sehingga apapun ucapan kita jangan sampai memecah belah keberagaman di dalamnya. Kita butuh lebih banyak anak muda yang berani bersuara untuk menyebarkan pesan perdamaian di Indonesia. Lalu, apakah kita semua sudah menyampaikan pesan perdamaian hari ini?
#SuperBercerita