Kamis, 07 November 2024

Mengapa Lautan Kaya, Nelayan Miskin?

 


Judul Buku    : Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin di Negara Maritim

Pengarang      : Tim Penulis Buku Kompas

1.      Musa Sanjaya

2.      Arieful Hakim

3.      Syamsudin Walad

Penerbit          : Kementerian Koperasi dan UKM RI

                        Jl. H. R. Rasuna Said No. 3-4 6,

                        Kota Jakarta Selatan 12940

Tahun Terbit : 2024

Cetakan          : 1

ISBN               : 978-623-89357-9-6

Sebagian besar nelayan berada dalam ambang batas kemiskinan dan menyumbang sekitar 25% angka kemiskinan di Indonesia.

Indonesia dikenal sebagai negara maritim terbesar di dunia dengan garis pantai terpanjang dan wilayah laut yang sangat luas. Namun, permasalahan kelautan seringkali tidak menjadi topik utama dalam diskusi sehari-hari, baik dalam media maupun di ruang publik. Banyak perhatian lebih difokuskan pada sektor ekonomi masyarakat urban, seperti industri dan jasa, sementara sektor maritim yang sangat vital bagi kehidupan jutaan orang, terutama nelayan, sering kali terabaikan.

Di sektor kelautan, nasib para nelayan patut mendapatkan perhatian serius. Nelayan di Indonesia bisa dibagi menjadi tiga kelompok utama berdasarkan kepemilikan alat tangkap, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Kelompok yang paling rentan secara ekonomi adalah nelayan buruh dan nelayan perorangan, yang sering kali bekerja dengan alat tangkap tradisional atau sederhana. Mereka bergantung pada hasil tangkapan harian dan tidak memiliki akses yang cukup terhadap modal atau teknologi modern.

Kondisi ini menyebabkan kemiskinan yang cukup parah di kalangan nelayan tradisional, bahkan lebih buruk jika dibandingkan dengan masyarakat lain di sektor pertanian. Nelayan buruh dan perorangan sering berada di lapisan sosial paling bawah. Mereka tidak hanya menghadapi tantangan dari segi ekonomi, tetapi juga ketidakpastian cuaca, perubahan iklim, dan kebijakan pemerintah yang terkadang tidak berpihak pada mereka. Karena itu, penting bagi kita untuk lebih sering membicarakan dan memperjuangkan kesejahteraan nelayan sebagai bagian dari permasalahan maritim yang mendesak.

Refleksi Buku

Buku ini mengulas tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh para nelayan di Indonesia, walaupun negara ini memiliki banyak sumber daya laut. Indonesia terkenal sebagai negara maritim yang memiliki 70% wilayahnya terdiri dari laut. Indonesia harus dapat memanfaatkan sumber daya lautnya yang kaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Meskipun begitu, sampai sekarang, sumber daya tersebut belum dioptimalkan, dan nelayan Indonesia masih tetap termasuk kelompok masyarakat yang paling miskin.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh nelayan adalah meningkatnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan keterbatasan dalam mengakses BBM subsidi. BBM adalah bagian terbesar dari pengeluaran saat berlayar, menjangkau 70% dari total pengeluaran. Tiap kenaikan harga bahan bakar minyak berdampak besar terhadap penghasilan nelayan.

Dalam upaya mengatasi permasalahan itu, program Solusi Nelayan diluncurkan oleh pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM. Tujuan program ini adalah untuk mempermudah nelayan dalam mendapatkan akses BBM bersubsidi melalui pembangunan SPBUN yang dikelola oleh koperasi. Salah satu contoh keberhasilan dari program ini adalah KUD Mino Saroyo di Cilacap, yang sukses menjamin pasokan BBM bersubsidi bagi anggotanya, sehingga kegiatan melaut dapat terus berjalan.

Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan peran koperasi nelayan dalam mengatur distribusi BBM dan meningkatkan nilai produk perikanan sebelum dijual ke pasar. Koperasi juga memberikan bantuan dalam menghadapi masalah lain yang dihadapi nelayan, seperti akses keuangan, teknologi penangkapan ikan, dan informasi cuaca.

Koperasi nelayan dianggap sebagai penyelesaian yang efektif karena dapat mengatur distribusi BBM dengan lebih teratur dan tepat. Dengan melibatkan koperasi, distribusi BBM dapat dikontrol agar hanya diperoleh oleh anggota koperasi yang memenuhi syarat, sehingga mengurangi kemungkinan penyalahgunaan subsidi. Secara garis besar, buku ini menjelaskan berbagai masalah yang dihadapi oleh nelayan di Indonesia dan menawarkan solusi kerjasama melalui peningkatan peran koperasi.

Keunggulan dan Kelemahan Buku

Buku "Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin di Negara Maritim" berhasil membawa diskusi tentang kemaritiman ke ranah yang lebih menyentuh kehidupan masyarakat pesisir, terutama nelayan yang seringkali terpinggirkan. Kajian ini menyoroti masalah-masalah sosio-ekonomi yang jarang dibahas dalam diskursus kemaritiman yang umumnya hanya fokus pada sektor pariwisata dan kekayaan sumber daya laut. Buku ini berhasil mengurai berbagai persoalan yang dihadapi oleh nelayan tradisional yang hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem, memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana kelompok-kelompok rentan ini sering diabaikan dalam kebijakan nasional.

Melalui data dan analisis yang jelas, buku ini menyoroti fakta bahwa tingkat kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir mencapai 4,19%. Dari total 10,86 juta jiwa yang hidup dalam kemiskinan di Indonesia, 12,5% atau sekitar 1,3 juta orang tinggal di wilayah pesisir. Angka ini menggarisbawahi perlunya perhatian lebih terhadap kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir dalam agenda pembangunan nasional. Buku ini memberikan perspektif baru yang sangat penting untuk memahami kompleksitas kehidupan nelayan dan tantangan struktural yang dihadapi sektor maritim dalam konteks kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.

Buku "Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin di Negara Maritim" akan lebih kaya jika dilengkapi dengan eksplorasi potret kesuksesan nelayan di Indonesia. Saat ini, buku ini lebih banyak mengangkat isu kemiskinan dan tantangan yang dihadapi oleh nelayan, namun dengan menambahkan kisah-kisah inspiratif tentang keberhasilan nelayan yang mampu mengatasi tantangan tersebut, buku ini akan memberikan perspektif yang lebih seimbang. Kisah sukses ini dapat menjadi panduan praktis bagi nelayan lain atau pemangku kebijakan tentang cara-cara mewujudkan kesejahteraan di sektor maritim. Dengan adanya sudut pandang ini, buku tersebut tidak hanya menjadi kritik terhadap kondisi saat ini tetapi juga sumber inspirasi untuk masa depan.

Dari sisi visual, desain sampul buku ini tampak terlalu kaku dan formal untuk sebuah buku yang memiliki potensi luas pembaca. Mengadopsi desain yang lebih "komersial" seperti yang sering digunakan oleh penerbit Palgrave Macmillan dapat memberikan kesan lebih menarik dan mewah. Pendekatan desain yang lebih dinamis dan modern dapat meningkatkan daya tarik visual buku ini, sehingga lebih mampu menarik perhatian pembaca dari berbagai kalangan, termasuk mereka yang tidak memiliki latar belakang akademis namun tertarik pada isu-isu maritim dan kesejahteraan nelayan. 

“Di negeri ini, nelayan menjadi salah satu profesi paling miskin. Ini didasarkan atas analisis data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017, sebanyak 11,34% orang di sektor perikanan tergolong miskin, lebih tinggi dibandingkan sektor pelayanan restoran (5,56%), konstruksi bangunan (9,86%), serta pengelolaan sampah (9,62%).”