Krisis energi dimulai pada saat manusia bertambah sangat banyak di bumi ini. Saat permintaan energi meningkat, pemerintah berupaya agar dapat memenuhinya sebisa mungkin. Akan tetapi, pasokan energi, khususnya energi fosil sangat terbatas jumlahnya. Bila tidak dihemat, akan menyebabkan kelangkaan energi yang berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi di dunia. Di negara kita sendiri, kondisi krisis harus dengan harus sigap ditangani, karena penduduk negara Indonesia sangat banyak dengan sumber daya alam fosil yang belum sepenuhnya termanfaaatkan.
Salah satu solusi agar kemandirian energi nasional tetap terjaga adalah dengan mencari energi alternative yang dapat diperbarui, yang ramah lingkungan, melimpah dan ekonomis. Ini adalah energi sempurna bagi manusia. Namun, untuk mendapatkan energi semacam itu diperlukan waktu beribu-ribu tahun penelitian. Bagaimanakah kita mendapatkannnya dalam waktu dekat?. Sepertinya energi selain fosil sangat sulit dipergunakan. Apabila dapat dipergunakan, akan membutuhkan biaya yang sangat besar agar dapat diolah.
Sumber energi alternative seperti angin, aliran air, cahaya matahari, panas bumi, petir, dan mineral hanya dalam jumlah kecil dapat dimanfaatkan. Selain itu, hasil dari pengolahan energi tersebut sangat kecil kekuatannya lantaran pengolahan yang terbatas dengan teknologi yang masih terbatas membuat konsep ini hanya berkembang di negara-negara dengan ukuran kecil, khususnya di Eropa. Di Indonesia sendiri, konsep ini sangat sulit dilakukan, meskipun banyak terdapat sumber daya alam yang melimpah.
Dari itu semua kita tahu bahwa manusia pada dasarnya hanya dapat memanfaatkan energi dari bahan bakar fosil, tumbuhan mati dan sedikit dari energi alternatif. Sungguh sangat primitive kita melakukan hal tersebut. Maka dari itu, untuk menjaga kelangsungan energi, diharapkan kita agar selalu berhemat energi. Meskipun ini sangat menyalahi dengan teori perkembangan peradaban yang bertumpu pada tidak berhemat energi. Akankan kita akan seperti ini selamanya?. Tidak, diversifikasi energi dari energi fosil dan tumbuhan mati akan membantu agar ketahanan energi tetap stabil. Diversifikasi ini dilakukan dengan teknologi pengembangan teknologi mineral dan bahan bakar berbasis bioteknologi.
Menurut Manus Nikolai Kardashev, ilmuwan astronomi dari Uni Soviet dan Michio Kaku dari New York University menyatakan bahwa bagaimanapun juga kita akan berada pada tahap peradaban tipe 0. Tipe peradaban ini berkembang karena memanfaatkan energinya dari planet nitu sendiri, berupa energi fosil dan tumbuhan mati. Hanya seperti itulah selamnanya peradaban dibangun. Bumi adalah di dalamnya manusia yang sedang mencapai tahap 0 tersebut.
Untuk mencapai tipe I, II atau III dibutuhkan waktu berjuta-juta tahun manusia untuk berevolusi dan mengembangkan teknologinya. Tipe I, yaitu perdaban di dalamnya dapat memanfaatkan semua potensi alam yang dimiliki oleh planet beserta bintangnya. Tipe II, yaitu peradaban yang dapat memanfaatkan segala sumber galaksinya untuk kehidupan makhluk dalam peradaban tersebut. Tipe III, yaitu tipe dimana peradaban sudah dapat memanipulasi hukum fisika untuk kepentingan kehidupan makhluknya. Meskipun terlihat seperti cerita fiksi-ilmiah, tapi ini merupakan prediksi ilmuwan peradaban untuk mengukur sejauh mana tingkat kemampuan peradaban memperoleh energi.
Di samping itu semua, kita kembali ke awal kita hidup sekarang. Kita hidup dalam tatanan peradaban tipe 0. Maka dari itu sudah saatnya kita menerapkan prinsip recycle energy, yaitu proses untuk mendaur ulang energi dengan jalan memanfaatkan semua yang ada di bumi agar berpotensi menjadi energi. Meskipun negara kita terdapat energi fosil yang sangat melimpah, hal ini bukan menjadi jaminan akan tetap mandiri pasokan energi kita. Semuanya akan ada batasnya, dan sudah saatnya kita bersiap-siap untuk mengantisipasi agar keberadaannya tetap bertahan untuk anak cucu kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar