Senin, 11 Mei 2020

Kampung Purba 4.0


Saat masih kelas 3 SD, saya selalu mendambakan bisa berkesempatan untuk berkunjung ke Museum Purbakala Sangiran bersama keluarga. Berawal dari tayangan di televisi yang rutin mengulas dunia fauna, saya sangat tertarik dengan dunia hewan. Terlebih, saat masih kecil saya begitu menyukai makhluk purba dinosaurus ataupun benda purbakala lainnya. Memang, waktu itu menjadi arkeolog adalah sebuah impian besar saya. Hal inilah yang membuat masa kecil saya itu dipenuhi dengan petualangan mencari fosil, yang dilakukan di sekitar rumah atau pelosok desa. Kekurangan ilmu dan informasi di masa kecil tersebut membuat saya percaya bahwa di semua tempat, jika digali akan ada artefak ataupun fosil makluk purba.
Biasanya saya mencari fosil di pematang sawah, tepian sungai atau di kebun-kebun tetangga. Dan tentu saja hasilnya nihil. Namun, beberapa kali saya juga beruntung mendapatkan bongkahan atau serpihan benda yang saya yakini adalah fosil, ketika tetangga saya mengeruk pasir sungai atau wadas sebagai bahan bangunan. Saya pun senang sekali berhasil menemukan fosil kepiting, cetakan daun dan serpihan tulang hewan. Hasil termuan tersebut saya koleksi dan saya buat miniatur museum di rumah sendiri.
Melihat putranya begitu tertarik terhadap benda-benda purbakala tersebut, bapak merekomendasikan saya untuk mengunjungi Museum Purbakala Sangiran. Jika ada kesempatan, kami pun akan berencana pergi kesana. Saat itu tahun 1999. Waktu berlalu, sampai sekarang tahun 2020 saya baru sadar belum pernah berkunjung ke Museum Sangiran tersebut. Entah karena lupa atau mungkin ada prioritas yang harus didahulukan. Namun, setelah 20 tahun sejak peristiwa pencarian fosil di pekarangan rumah tersebut, saya kembali teringat akan Museum Sangiran dan mulai bernostalgia saat masa kecil penuh imajinasi.
Kini saya sudah punya seorang putra yang berusia kurang lebih 1.5 tahun. Sama seperti ayahnya waktu kecil, dia juga begitu menyukai dinosaurus: semua baju, buku dan video hiburannya adalah tentang dinosaurus. Dia pun sudah bisa mengenali berbagai macam dinosaurus, baik di buku, televisi atau di poster. Jika saya bertanya nama dinosaurus, dia sudah bisa menunjukknya dengan tepat, seperti misalnya Diplodocus, Quatzalcoatlus, Kentrosaurus, Iguanadon, Stegosaurus, Tyranosaurus, Elasmosaurus dan lain sebagainya. Dia juga sudah bisa menyebutkan (walau menyebut dengan kosakata belum sempurna) fosil dinosaurus yang saya maksud adalah jenis apa, tatkala saya menunjuk gambarnya. Jika anak saya sudah besar nanti, saya ingin mengajaknya ke Museum Purbakala Sangiran supaya dia melihat berbagai macam koleksi makhluk purba disana.
Museum Purbakala Jaman Now
Saya berharap, museum purbakala yang diinisiasi oleh paleontolog dan geolog, Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald itu di masa depan dapat semakin berkembang dan menjadikannya sebagai pusat pengetahuan biologi dunia. Tak hanya itu, kita juga perlu menyulap museum purbakala ini supaya terkesan kekinian dan memuat spiritjaman now”. Untuk itu, ada beberapa saran supaya kampung purba Sangiran ini punya magnet besar bagi para pengunjung, terutama untuk generasi alpha (lahir di antara tahun 2010 – 2024), yang cenderung mengutamakan kemutakhiran teknologi informasi.
Kelompok masyarakat inilah yang begitu gemar akan kecanggihan inovasi pada sebuah museum. Sebab, mereka lahir dan tumbuh besar dengan gawai pada genggaman. Mereka cenderung kurang menyukai hal-hal yang bersifat konvensional dan ketinggalan jaman. Untuk menyasar generasi alpha, kita perlu berinovasi dalam hal digitalisasi produk museum. Hal ini dilakukan supaya kedepannya generasi baru tersebut akan tertarik mengunjungi atau memanfaatkan produk Museum Sangiran. Nantinya mereka akan menganggap Museum Sangiran sebagai pusat pendidikan yang wajib untuk dikunjungi karena di dalamnya berisi konten informasi purbakala yang canggih.
Selama ini kita ketahui bahwa kata “museum” masih identik dengan kesan “kuno”. Terlebih bagi museum purbakala. Maka dari itu, kita perlu meng-upgrade-nya dari segi infrastruktur ataupun teknologinya. Siapa tahu, Museum Sangiran bisa berkembang hingga sebesar dan seterkenal Utah Prehistoric Museum, Museum für Naturkunde, Field Museum, Zigong Dinosaur Museum dan Iziko Museum. Karena saya yakin, koleksi di Sangiran tidak kalah lengkap dengan semua museum prasejarah internasional tersebut. Terbukti, dari semua fosil manusia purba di Indonesia menjadi pokok bahasan yang signifikan dalam buku fenomenal dan best sellerSapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia” karya Yuval Noah Harari. Harari menjelaskan bahwa fosil Manusia Jawa Purba di Museum Sangiran tersebut telah melengkapi mata rantai evolusi yang ada di dunia.
Hal yang kita bisa petik dari kecanggihan museum prasejarah internasional adalah bahwa: “koleksi boleh saja purba, namun inovasi yang ada di dalamnya turut mengikuti perkembangan teknologi dalam masyarakat dunia 4.0”.
Buku dan Video Animasi
Dalam ilmu digital marketing, konten seperti infografis dan video atau gambar bergerak merupakan elemen penting dalam efektivitas pemasaran di internet. Masyarakat “jaman now” cenderung akan mudah terpikat dengan strategi marketing jenis ini, karena mereka banyak menghabiskan waktunya berselancar di dunia maya. Maka dari itu, Museum Sangiran perlu mendalami strategi promosi ini, supaya daya jelajah pemasarannya bisa merambah ke seluruh nusantara. Jadi strategi pemasaran yang dijalankan nanti sudah tidak konvensional, serta semuanya dapat diakses melalui website resmi yang menarik tentunya. Ditambah lagi, perlu adanya optimalisasi media sosial supaya bersifat lebih interaktif dengan konten segar.
Memang, untuk membangun lingkungan kerja modern semacam ini dibutuhkan pelatihan dan pengembangan yang besar-besaran, dari segi infrastruktur sampai dengan sumber daya manusia (SDM). Ini merupakan tujuan jangka panjang bagi Museum Sangiran. Namun, ada juga pengembangan dan inovasi jangka pendek yang bisa dilakukan oleh pihak Museum Sangiran saat ini. Misalnya, pihak museum perlu melakukan inovasi terhadap media informasi dengan membuat konten buku yang di dalamnya penuh dengan animasi tentang koleksi benda purbakala di Sangiran. Animasi adalah cara yang efektif supaya suatu produk bisa disukai oleh semua kalangan, dari balita sampai orang dewasa.
Buku-buku yang berisi animasi tentang koleksi purbakala dan dikemas dalam format fabel (cerita anak-anak) misalnya, sangat penting untuk dibuat. Buku ini efektif untuk memperkenalkan sekaligus sebagai media edukasi bagi anak-anak balita. Seperti diketahui, penjualan genre buku anak-anak merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Jadi, kita perlu memanfaatkan peluang ini. Dari Museum Sangiran akan mendapatkan pemasukan dari penjualan publikasi buku anak-anak tersebut sekaligus mendapatkan promosi untuk datang ke museum.
Berdasarkan pengalaman, anak-anak cenderung menyukai hewan purba yang gagah dan sangar semacam gajah purba alias mammoth, macan purba ataupun kura-kura purba. Hewan-hewan tersebut sekiranya dapat menjadi referensi untuk membuat ide animasi di dalam publikasi buku, yang tentunya sangat potensial untuk dikomersialisasikan. Sasaran konten animasi purbakala ini nantinya dapat ditujukan untuk menarik minat anak-anak, khsusunya balita yang masih bermain di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ataupun Pra-PAUD.
Selanjutnya, konten animasi tersebut dapat dikembangkan ke dalam format video edukatif. Seperti kita ketahui bahwa kelebihan fitur media sosial saat ini adalah menyampaikan beraneka macam hiburan yang informatif dalam berbagai bentuk gambar bergerak. Tentunya, konten animasi video ini sangat efektif dalam menarik perhatian khalayak di media sosial. Masyarakat cenderung akan lebih mudah menyukai dan nyaman dalam menyerap konten video animasi koleksi benda purbakala di Museum Sangiran. Kita perlu belajar dari perusahaan hiburan dan edukasi anak-anak, Pinkfong asal Korea Selatan yang mengupas habis animasi dinosaurus menjadi sesuatu yang menyenangkan. Menjadi lagu yang berisi informasi yang mendidik. Keberhasilan video animasi Pinkfong dalam mengemas konten purbakala dapat kita petik ilmunya.
Dari semua saran yang diberikan, ada inovasi terkini yang telah dikembangkan oleh Museum Sangiran yang patut diapresiasi. Kita perlu bangga bahwa saat ini, Museum Sangiran tengah mengembangkan layanan virtual museum yang dapat diakses oleh masyarakat luar kota atau daerah manapun. Dengan mengakses virtual museum tersebut, penonton akan disajikan lokasi nyata dari segala penjuru Museum Sangiran melalui video yang dapat diarahkan sesuka hati. Masyarakat umum tentunya dapat mengaksesnya melalui situs kebudayaan.kemendikbud.go.id, website sangiran.sragenkab.go.id dan berbagai saluran video di youtube tentang Museum Purbakala Sangiran.
Lomba Mapel
Inovasi dalam dunia natural science museum seyogianya juga merambah pada aspek scientific. Lalu, apa yang bisa dilakukan?
Seperti diketahui bahwa saat ini di Kabupaten Sragen sendiri telah beberapa kali menyelenggarakan Festival Sangiran Purba yang berlokasi di Museum Sangiran. Festival tersebut menampilkan beragam budaya, seperti Campursari Dewandaru, Gamelan Kontemporer, Tari Purba, Gejlok Lesung sampai Tari Sangir. Terlaksananya acara ini tentunya perlu diapresiasi dan patut dilestarikan. Mengingat, beragam arus budaya luar akibat globalisasi, telah hilir mudik masuk ke Indonesia begitu pesatnya melalui berbagai kanal informasi. Festival Sangiran Purba ini membawa angin segar dalam solusi atas pelestarian budaya bangsa.
Setelah sukses dengan festival tersebut, ada beberapa masukan yang dapat diterapkan. Seperti kita ketahui bahwa selain sebagai pusat pelesatarian budaya nusantara, Festival Kampung Purba bisa menjadi ajang kompetisi sains bagi pelajar di seluruh Indonesia. Bahwasannya, Museum Sangiran merupakan pusat pendidikan di Indonesia, bahkan sumber yang sangat diperhitungkan dalam peta pengetahuan dunia, khususnya biologi dan arkeologi. Maka dari itu, saran dalam hal ini adalah dengan mengadakan lomba mata pelajaran (mapel) tingkat nasional yang sarat dengan unsur akademik.
Museum Sangiran nantinya dapat bekerjasama dengan Universitas dan Institusi Pendidikan yang ada jurusan Arkeologi, Geografi dan Geologi, dalam menyelenggarakan lomba mapel tersebut. Kampus tersebut juga dapat berkontribusi untuk terlaksananya acara tersebut. Konsepnya mungkin dapat dijabarkan mirip Olimpiade Sains Nasional (OSN), namun lebih banyak berisi soal tentang kepurbakalaan di nusantara beserta kebudayaannya. Lomba mapel arkeologi, geografi dan geologi ini rasanya pas untuk dikompetisikan bagi jenjang pendidikan tingkat SMA atau sederajat.
Poin penting dalan penyelenggaraan lomba mapel ini adalah untuk menunjukkan bahwa museum sangiran adalah pusat ilmu pengetahuan dunia. Tentunya, kegiatan tersebut mengamini visi “Sangiran Untuk Pendidikan” dan dari sangiran untuk ilmu pengetahuan dunia. Semoga saran sederhana ini bisa menjadi masukan yang konstruktif bagi perkembangan Museum Purbakala Sangiran, sehingga destinasi wisata edukatif ini dapat menjadi sebuah kampung purba 4.0.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar