Isu persampahan di pedesaan masih
menjadi persoalan yang cukup elusif untuk digentaskan. Kita masih sering
menemui penduduk desa yang membuang sampah di sungai, bahkan sisa konsumsi
warga di tumpuk di pinggir jalan yang bukan semestinya. Di desa, seperti yang
saya alami, selain dibuang sembarangan, sampah juga masih dikelola secara
mandiri dan dibakar jika sudah menumpuk di rumah. Akibatnya, terjadi polusi
udara yang cukup fatal karena tak jarang anak-anak dan balita yang mengalami
Bronkitis karena paparan tabun pembakaran sampah tersebut. Untuk menangani problem
tersebut, beberapa pakar dan pegiat lingkungan akan menyarankan dibentuknya “Bank
Sampah” untuk menyelesaikan perkara ini.
Kehadiran Bank Sampah di desa
adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan saat ini, terutama untuk menanggulangi
permasalahan sampah skala rumah tangga. Bank Sampah yang ada di desa biasanya
menjadi bagian dari unit Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang keuntungannya
dapat dimanfaatkan oleh desa untuk kegiatan operasional. Maka dari itu,
sosialisasi pentingnya pembangunan BUMDes berupa Bank Sampah perlu dimasifkan kembali
oleh pemerintah. Seperti diketahui, proyek Bank Sampah sudah ada sejak tahun
2008. Program ini pun dinilai telah menjadi salah satu sarana penggerak
perekonomian di desa yang cukup efektif. Meskipun BUMDes Bank Sampah tersebut
nantinya tidak mendapatkan profit
yang tinggi, namun setidaknya lingkungan desa menjadi lebih bersih dan terawat.
Andaikan saja, di setiap desa di
Indonesia terdapat BUMDes Bank Sampah, maka bisa dibayangkan betapa lestarinya
lingkungan tempat tinggal kita di masa depan. Sungai-sungai menjadi bersih
tanpa adanya sampah plastik dan sebagainya. Pinggir jalanan juga tak ada sampah
non organik yang berserakan. Serta tentu saja tidak ada asap yang membumbung
tinggi nan pekat yang membahayakan kesehatan di sekitar rumah warga. Tentu saja
hal ini akan membuat lingkungan dan badan kita menjadi lebih sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar