Latar
Belakang
Pelayanan
kesehatan di masa depan diprediksi akan mengalami kemajuan yang sangat signifikan
dengan adanya perkembangan teknologi dan inovasi. Terutama dua puluh tahun
mendatang, dimana saat teknologi seperti telemedicine akan menjadi tren yang
umum dalam layanan kesehatan di Indonesia. Meskipun saat ini telemedicine
sudah terlaksana implementasinya, namun tentu saja di masa depan, teknologi ini
akan menjadi lebih canggih dari sebelumnya dan terintegrasi dengan baik. Selain
itu, konsultasi medis online juga akan menjadi hal yang lumrah dan mudah
diakses, yang memungkinkan pasien untuk berkomunikasi dengan dokter melalui
video atau pesan teks, sehingga akan mendapatkan diagnosis dan resep obat tanpa
perlu datang ke klinik fisik.
Sehubungan
dengan telemedicine, dalam beberapa tahun ke depan, perawatan kesehatan
berbasis rumah (home care services) akan menjadi lebih umum di gunakan
masyarakat. Teknologi yang memungkinkan pemantauan jarak jauh dan perawatan
mandiri akan memungkinkan pasien dengan kondisi kronis atau lansia untuk tetap
tinggal di rumah mereka sendiri dengan nyaman, sambil tetap mendapatkan
perawatan yang diperlukan.
Meskipun
begitu, memprediksi dengan pasti seperti apa pelayanan kesehatan dua puluh
tahun lagi adalah sulit karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan inovasi di bidang ini. Namun, berdasarkan tren dan perkembangan
saat ini, beberapa kecanggihan yang diprediksi akan semakin berkembang adalah
peralatan medis pintar yang akan lebih banyak ditemukan di unit layanan
kesehatan. Misalnya saja, ada peningkatan dalam penggunaan alat pemantauan
kesehatan pribadi seperti perangkat pemantau detak jantung, tekanan darah,
tingkat gula darah, dan lain sebagainya yang terhubung dengan smartphone
atau perangkat lainnya. Data yang dikumpulkan oleh peralatan ini dapat dikirim
langsung ke dokter untuk dianalisis lebih lanjut sehingga kondosi pasien selalu
dalam pemantauan media.
Prediksi
perkembangan kesehatan serba digital tersebut tidak terlepas dari Revolusi
Industri 4.0. Seperti diketahui bahwa revolusi Revolusi Industri 4.0 mengacu
pada perkembangan teknologi digital dan otomatisasi yang telah membawa
perubahan mendasar dalam cara kita hidup, bekerja dan berinteraksi. Ini adalah
era di mana teknologi digital seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of
Things (IoT), big data, komputasi awan, robotika dan teknologi lainnya
saling terhubung dan berinteraksi untuk menciptakan transformasi yang
signifikan dalam berbagai sektor industri. Pada ranah kersehatan, pengaruh
perkembangan 4.0 ini terlihat pada AI dalam diagnosis, yang mana akan memainkan
peranan yang lebih besar dalam diagnosis penyakit. Sistem cerdas yang didukung
oleh AI ini dapat menganalisis data medis pasien, seperti hasil tes dan gambar
medis, untuk membantu dokter dalam membuat diagnosis yang lebih akurat serta
cepat. Hal ini dapat membantu mengurangi kesalahan diagnosis dan mempercepat
pengobatan.
Pengaruh
teknologi 4.0 lainnya dalam bidang kesehatan adalah dalam aspek penggunaan
robotika dalam prosedur medis. Teknologi robotika kesehatan akan semakin
digunakan dalam berbagai prosedur medis yang rumit. Robot bedah yang
dikendalikan oleh dokter akan dapat melakukan operasi dengan presisi yang lebih
tinggi, mengurangi risiko dan mempercepat pemulihan pasien. Istilah ini umumnya
dikenal sebagai telesurgery.
Digitalisasi
data kesehatan juga diprediksi akan semakin baik dan komprehensif. Maka dari
itu, penggunaan big data dan analitik dalam mengelola data kesehatan
sangat perlu dilakukan. Data kesehatan di masa depan tentunya akan menjadi
sumber daya yang berharga dalam pengembangan pengobatan dan penelitian medis.
Dengan menggunakan analitik canggih ini, informasi yang dikumpulkan dari pasien
dapat digunakan untuk mengidentifikasi tren, memprediksi penyakit dan
mengembangkan strategi pengobatan yang lebih baik.
Permasalahan
Di
Indonesia sendiri, perkembangan tekologi 4.0 ini juga akan berpengaruh terhadap
layanan kesehatan. Terutama, adaptasi ini akan dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan stunting (gagal tumbuh) pada anak-anak. Menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak yang ditandai dengan tinggi badan lebih pendek dari tinggi badan rata-rata
anak seusianya. Stunting merupakan akibat dari kekurangan gizi kronis
dalam jangka waktu yang panjang, terutama pada periode seribu hari pertama
kehidupan, yaitu dari kehamilan hingga usia dua tahun. Seperti diketahui, bahwa
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan bahwa target-target program
penurunan stunting harus dicapai sebelum 2030.
Menurut
Menteri Kesehatan, stunting bukan hanya masalah kesehatan, melainkan ini
merupakan masalah yang dihadapi oleh suatu negara yang akan menentukan apakah
negara itu akan menjadi bangsa yang besar atau tidak. Kementerian Kesehatan
berupaya akan memastikan bahwa isu stunting ini secepat mungkin selesai
di tahun 2030. Seperti diketahui, bahwa berdasarkan data dari Kemenkes
menunjukkan bahwa bayi lahir di Indonesia yang sudah stunting mencapai 23
persen. Sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah stunting
sejak di awal sebelum kehamilan.
Dengan
demikian, program advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial sepuluh sampai dua
puluh tahun mendatang akan menekankan pada aspek penyelesaian permasalahan stunting.
Seperti diketahui, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) memiliki peranan penting
dalam upaya penurunan stunting (gagal tumbuh) pada anak-anak. Posyandu
merupakan sebuah unit pelayanan kesehatan dasar yang ada di Indonesia. Posyandu
merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan primer yang dikelola oleh
masyarakat setempat dengan dukungan dari pemerintah dan tenaga kesehatan. Di
Indonesia, Posyandu memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan kesehatan
ibu dan anak, melakukan pemantauan tumbuh kembang anak, memberikan imunisasi,
memberikan penyuluhan tentang kesehatan dan memberikan layanan kesehatan dasar
lainnya. Posyandu juga berperan sebagai pusat informasi kesehatan bagi
masyarakat setempat.
Posyandu,
sebagai garda terdepan dalam mencegah stunting sebaiknya perlu memiliki
sumber daya yang memadai, petugas yang terlatih dan dukungan dari pemerintah
dan masyarakat agar dapat menjalankan tugas-tugas tersebut dengan efektif.
Sedangkan beberapa tugas yang dilakukan oleh Posyandu dalam penurunan jumlah stunting
di masyarakat yaitu:
·
Pemantauan Pertumbuhan Anak
Posyandu
bertugas untuk melakukan pemantauan pertumbuhan anak secara rutin. Dengan
melakukan pencatatan berat badan dan tinggi badan anak secara berkala, Posyandu
dapat mengidentifikasi anak-anak yang mengalami masalah pertumbuhan, termasuk stunting.
Data ini penting untuk menentukan langkah-langkah intervensi yang diperlukan.
·
Edukasi Gizi dan Perawatan Anak
Posyandu
memberikan edukasi kepada ibu dan keluarga tentang pentingnya gizi seimbang dan
perawatan anak yang baik. Hal ini mencakup penyuluhan tentang pola makan yang
sehat, pemberian ASI eksklusif pada bayi, pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) yang bergizi dan pentingnya kebersihan dan sanitasi dalam pengelolaan
makanan.
·
Pendistribusian Makanan Tambahan
Posyandu
dapat berperan dalam pendistribusian makanan tambahan kepada balita yang
membutuhkan, terutama bagi anak-anak yang berisiko mengalami stunting.
Makanan tambahan tersebut harus berkualitas, kaya nutrisi dan disesuaikan
dengan kebutuhan anak.
·
Imunisasi
Posyandu
juga bertugas memberikan imunisasi kepada anak-anak sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan. Imunisasi yang tepat dan lengkap dapat membantu menjaga kekebalan
tubuh anak dan mencegah terjadinya penyakit yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak.
·
Konseling dan Pemberian Layanan Kesehatan
Posyandu
dapat memberikan konseling dan layanan kesehatan kepada ibu dan anak untuk
mengatasi masalah kesehatan yang mungkin mempengaruhi pertumbuhan anak.
Misalnya, pemberian vitamin A, pemberian obat cacing, penanganan infeksi dan
pemberian nasihat kesehatan lainnya.
·
Kolaborasi dengan Pihak Terkait
Posyandu
perlu menjalin kerja sama dengan pihak terkait, seperti puskesmas, rumah sakit,
dan organisasi masyarakat, untuk meningkatkan upaya penanggulangan stunting.
Kolaborasi ini dapat mencakup pertukaran informasi, pelatihan tenaga kesehatan,
dan koordinasi dalam intervensi dan program yang dilaksanakan.
Seperti
diketahui, kehadiran Posyandu juga harus beradaptasi dengan perkembangan
teknologi 4.0 untuk menyelesaikan permasalahan ini. Maka dari itu, merancang
program advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial yang relevan dengan adaptasi
teknologi 4.0 sangat diperlukan untuk mengembangkan konsep Posyandu modern
sepuluh sampai dua puluh tahun mendatang.
Analisis
Saat
ini, inovasi di ranah Posyandu juga telah muncul di masayarakat, meskipun
secara umum belum mengadopi teknologi 4.0. Beberapa inovasi Posyandu yang cukup
memberikan dampak kepada masyarakat sekitar yaitu seperti gerakan antar jemput
bayi balita menggunakan mobil operasional desa. Hal ini dilakukan agar tidak
ada bayi dan balita yang tidak hadir ke Posyandu dengan alasan jarak yang jauh
atau tidak adanya transportasi. Selain itu juga inovasi dalam ranah
standarisasi SDM seperti pijat bayi balita oleh kader yang sudah terlatih. Dari
sisi program edukasi, beberapa Posyandu melakukan kegiatan pencegahan dan
penanganan masalah stunting, dengan sasaran remaja yang akan menikah,
ibu hamil KEK, ibu hamil resiko tinggi, bayi dan balita yang memiliki status
gizi bermasalah serta lansia.
Sedangkan
untuk lansia, beberapa inovasinya antara lain gerakan pemantauan ke rumah bagi
warga hipertensi, pojok skrining TB Paru, minum obat sampai sembuh dan dapat
hadiah. Selanjutnya ada gerakan jemput lansia dan Posbindu, gerakan desa senam
dan minum jamu dan pojok merokok pada fasilitas umum dan rumah-rumah pribadi.
Namun,
kondisi Posyandu di Indonesia tersebut sangat bervariasi tergantung pada
wilayah dan tingkat aksesibilitas. Perlu dilakukan strategi pemberdayaan
masyarakat agar program modernisasi Posyandu di tahun 2045 dapat terwujud
maksimal. Hal ini dilakukan agar Posyandu dapat mencapai target pemerintah
dalam program penurunan stunting sebelum tahun 2030, sesuai arahan
Kemenkes. Pemerintah menganggap bahwa stunting merupakan ancaman bonus
demografi 2030, sehingga permasalahan ini harus segera diselesaikan.
Namun,
kondisi Posyandu membuat pelayanan kesehatan dasar juga terhambat. Beberapa
permasalahan Posyandu di Indonesia di antaranya yaitu perihal aksesibilitas.
Misalnya, di beberapa daerah, terutama di daerah terpencil, perkotaan miskin
dan pulau-pulau terluar, masih menghadapi tantangan dalam akses terhadap
pelayanan kesehatan, termasuk Posyandu. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur
yang terbatas, jarak yang jauh dan keterbatasan transportasi. Selain itu,
terkait dengan kualitas layanan yang tidak sama. Terdapat variasi dalam
kualitas pelayanan Posyandu di berbagai daerah. Beberapa Posyandu memiliki
fasilitas dan peralatan yang memadai, serta petugas yang terlatih dengan baik,
sementara yang lain mungkin mengalami keterbatasan dalam hal ini. Maka dari
itu, peningkatan kualitas pelayanan menjadi fokus penting dalam mengoptimalkan
peran Posyandu agar lebih modern.
Maka
dari itu, sepuluh sampai dua puluh tahun mendatang beberapa target yang perlu
dicapai dalam mengembangkan Posyandu adalah membangun dan memperluas jaringan
Posyandu di wilayah yang belum terjangkau, termasuk daerah pedesaan, perkotaan
miskin dan daerah terpencil. Hal ini dilakukan agar ketersediaan pelayanan
kesehatan dasar yang merata, termasuk pemeriksaan kesehatan rutin, imunisasi,
pemantauan pertumbuhan anak, konseling gizi dan perawatan maternal dan neonatal.
Selain itu, beberapa hal yang perlu ditingkatkan antara lain pengetahuan dan
keterampilan petugas Posyandu dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, termasuk diagnosis penyakit, pengobatan sederhana, pemberian obat
dan pencegahan penyakit. Di samping itu, perlu juga untuk memastikan
ketersediaan peralatan medis dasar dan memperbarui peralatan yang sudah ada
untuk meningkatkan kemampuan diagnosis dan perawatan di Posyandu.
Solusi
4.0: Mengurai Permasalahan Aksesibilitas
Secara
sederhana, untuk meningkatkan aksesibilitas Posyandu di Indonesia adalah dengan
penyebaran titik posyandu yang lebih luas. Namun hal tersebut sangat normatif
untuk dilakukan. Sebelum dicanangkan solusi digital untuk mengatasi
permasalahan ini, maka sebelumnya harus diimplementasikan sebuah layanan
“Posyandu Keliling” untuk daerah yang sulit dijangkau, terutama di daerah
pedalaman atau terpencil. Posyandu Keliling ini akan mengunjungi desa-desa atau
komunitas tertentu secara berkala, sehingga memudahkan akses bagi penduduk yang
sulit mencapai pusat pelayanan kesehatan.
Solusi
kedua adalah agar Posyandu memiliki tempat yang jelas dan paten. Kita tahu,
bahwa lokasi Posyandu sebelumnya masih menempati rumah warga. Itupun terkadang
bergiliran dari satu rumah ke rumah yang lainnya. Maka dari itu, harapannya
bagi pemerintah adalah agar Posyandu memiliki tempatnya tersendiri yang khusus
dilakukan untuk melayani kesehatan. Maka dari itu, penting adanya advokasi untuk
mendapatkan tempat tersendiri bagi Posyandu, agar aksesibilitas dan efektivitas
pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat dapat meningkat. Berikut beberapa
langkah yang dapat dilakukan dalam advokasi tersebut adalah:
·
Pengumpulan Data Riset dan Penelitian
Kumpulkan
data dan bukti pendukung yang menunjukkan kebutuhan akan tempat tersendiri bagi
Posyandu. Data ini dapat mencakup jumlah kunjungan pasien, keterbatasan
fasilitas yang ada dan dampak positif yang dapat dicapai dengan adanya tempat
tersendiri.
·
Lakukan Advokasi Melalui Media Sosial dan
Kampanye
Gunakan
media massa dan platform digital untuk mengadvokasi pentingnya tempat
tersendiri bagi Posyandu. Buat opini di media lokal, surat kabar, atau ajukan
artikel pendapat kepada media online. Manfaatkan pula media sosial untuk
menyebarkan informasi dan menggerakkan dukungan masyarakat.
·
Membuat Pertemuan dengan Pihak Berwenang
Mengadakan
pertemuan dengan pihak berwenang seperti pejabat pemerintah daerah, anggota
dewan atau pejabat di dinas kesehatan. Sampaikan secara jelas dan komprehensif
tentang kebutuhan dan manfaat memiliki tempat tersendiri bagi Posyandu.
Sedangkan
inovasi digital dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan
aksesibilitas, efisiensi dan efektivitas Posyandu. Berikut beberapa inovasi
digital yang dapat diterapkan sepuluh sampai dua puluh tahun mendatang dalam
Posyandu, salah satunya yaitu tentang Aplikasi Pencatatan Elektronik yang
tentunya dapat menggantikan metode pencatatan manual yang rentan terhadap
kesalahan dan memakan waktu. Aplikasi ini dapat digunakan untuk mencatat data
kesehatan pasien, termasuk informasi pribadi, riwayat kesehatan, imunisasi,
pertumbuhan dan lain-lain. Pencatatan elektronik memudahkan akses dan
pengelolaan data pasien, serta memungkinkan pemantauan kesehatan yang lebih
efisien. Selain itu, juga ada telemedicine memungkinkan konsultasi medis
jarak jauh antara tenaga medis di Posyandu dan pasien yang berada di lokasi
yang terpencil atau sulit dijangkau. Dengan bantuan teknologi komunikasi, seperti
video conference atau aplikasi khusus, tenaga medis dapat memberikan
diagnosis, konsultasi dan pemantauan kesehatan secara virtual. Hal ini dapat
meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan dan mengurangi hambatan
geografis.
Pada sepuluh
sampai dua puluh tahun mendatang, harapannya semua Posyandu di Indonesia sudah
memiliki media sosial yang dapat dipergunakan untuk edukasi dan promosi
kesehatan. Penggunaan media sosial, situs web atau aplikasi kesehatan
dapat digunakan untuk menyebarkan informasi kesehatan kepada masyarakat secara
lebih luas. Konten edukatif tentang pencegahan penyakit, perawatan ibu dan
anak, gizi dan praktik kesehatan lainnya dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat melalui platform digital. Selain itu, penggunaan pesan teks
atau notifikasi dapat digunakan untuk mengingatkan jadwal imunisasi atau
kunjungan Posyandu kepada masyarakat.
Standarisasi
Kualitas Layanan
Meningkatkan
kualitas layanan Posyandu juga penting untuk menarik minat dan partisipasi
masyarakat. Ini meliputi penyediaan tenaga medis yang terlatih dengan
pengetahuan yang memadai, peralatan medis yang memadai dan pelayanan yang ramah
serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Standarisasi kualitas layanan di
Posyandu bertujuan untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan sesuai
dengan standar kesehatan yang ditetapkan dan memberikan hasil yang optimal bagi
peserta Posyandu. Beberapa aspek yang dapat menjadi bagian dari standarisasi
kualitas layanan di Posyandu yaitu:
·
Standarisasi Tenaga Medis dan Kader
1. Memiliki
tenaga medis yang terlatih dan berkualifikasi sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
2. Menyediakan
pelatihan dan pengembangan kompetensi bagi tenaga medis dan staf Posyandu.
3. Memastikan
jumlah dan komposisi tenaga medis yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan.
·
Standarisasi Fasilitas dan Peralatan
1. Menyediakan
fasilitas yang memadai, termasuk ruang pemeriksaan, ruang tunggu, tempat
penyimpanan vaksin, dan fasilitas sanitasi.
2. Memastikan
ketersediaan peralatan medis dan alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan,
imunisasi dan pelayanan kesehatan lainnya.
3. Melakukan
pemeliharaan rutin dan sterilisasi peralatan medis untuk memastikan keamanan
dan kebersihan.
·
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak
1. Mematuhi
panduan dan protokol nasional terkait perawatan kesehatan ibu hamil, ibu
menyusui dan anak.
2. Menyediakan
pemeriksaan rutin, pemantauan tumbuh kembang, dan penanganan kondisi kesehatan
yang spesifik sesuai dengan standar yang ditetapkan.
3. Mengedukasi
ibu dan keluarga tentang praktik kesehatan yang penting, seperti gizi,
imunisasi dan perawatan bayi.
·
Memaksimalkan Pelayanan Gizi
1. Menyediakan
pemeriksaan status gizi dan konseling gizi kepada peserta Posyandu.
2. Mengenali
anak dengan risiko gizi buruk dan memberikan intervensi yang tepat.
3. Menyediakan
makanan tambahan dan suplemen gizi sesuai dengan kebutuhan.
Standarisasi
kualitas layanan di Posyandu dapat diterapkan melalui pembentukan panduan,
protokol dan standard operating procedure (SOP) yang jelas. Diperlukan
komitmen dari seluruh pihak terkait, termasuk tenaga medis, kader Posyandu dan
pemerintah daerah, untuk memastikan standar kualitas layanan yang konsisten dan
meningkatkan kesehatan masyarakat selama sepuluh tahun mendatang. Dalam hal
ini, implementasi SOP sangat ditekankan dan perlu dimiliki oleh setiap kader
yang ada.
Standarisasi
layanan ini sangat erat kaitannya dengan SOP. SOP dalam Posyandu merupakan
serangkaian langkah atau petunjuk yang ditetapkan untuk menjalankan berbagai
kegiatan serta proses di Posyandu dengan konsistensi dan kualitas yang tinggi.
SOP bertujuan untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan konsisten
efisien, dan sesuai dengan standar kesehatan yang ditetapkan.
Program
Posyandu sepuluh sampai dua puluh tahun mendatang memiliki fokus yang jelas
terhadap perbaikan kualitas layanan dan implementasi teknologi 4.0. Melalui
upaya yang terencana dan kolaboratif, Posyandu dapat menjadi pusat pelayanan
kesehatan yang unggul dan inovatif dalam memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada masyarakat. Dengan peningkatan kompetensi tenaga medis, penggunaan
teknologi 4.0 dan partisipasi aktif masyarakat, kami harapannya program
perencanaan advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial ini akan membawa dampak
positif yang signifikan terhadap kesehatan ibu, anak dan masyarakat secara
keseluruhan. Dengan dukungan dan kerjasama dari pihak terkait, maka Posyandu
akan mampu merealisasikan visi ini demi kesejahteraan masyarakat yang lebih
baik dan berkelanjutan di masa depan.
Dengan
penerapan teknologi 4.0, Posyandu akan mengalami transformasi yang revolusioner
dalam pelayanan kesehatan. Penggunaan teknologi seperti telemedicine,
sistem informasi manajemen dan pemantauan jarak jauh akan meningkatkan
efisiensi, akurasi dan aksesibilitas layanan kesehatan di Posyandu. Dengan
integrasi teknologi ini, maka akan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat,
mempercepat proses diagnosis dan penanganan, serta meningkatkan pengambilan
keputusan berbasis data. Dalam era digital ini, Kementerian Kesehatan
berkomitmen untuk terus berinovasi dan memanfaatkan teknologi 4.0 untuk
memperbaiki kualitas layanan di Posyandu, sehingga masyarakat dapat merasakan
manfaatnya secara langsung dan menyeluruh.
Advokasi
Perubahan Kebijakan
Berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO), menyebutkan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia
termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara atau South-East Asia Regional (SEAR). Data tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun
2005-2017 adalah 36,4%. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari
tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Sedangkan provinsi dengan
prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun
2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
adalah Bali.
Permasalahan stunting begitu sangat pelik
karena menyangkut masa depan generasi bangsa. Kondisi inilah yang menjadikan
kasus balita stunting menjadi masalah utama yang dihadapi bangsa
Indonesia. Jika ditelaah tentang penyebab terjadinya stunting, maka
banyak faktor yang mengakibatkan anak dapat mengalami stunting tersebut.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan stunting pada anak yaitu:
·
Faktor
Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Kondisi ekonomi sangat erat kaitannya dengan kemampuan
dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan
balita. Sedangkan sanitasi dan kesehatan pangan dapat meningkatkan risiko
terjadinya penyakit infeksi. Hal yang berkaitan dengan kebersihan pangan
tersebut juga turut mempengaruhi munculnya risiko stunting.
·
Faktor
Ibu
Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum, pada saat
kehamilan dan setelah persalinan turut mempengaruhi pertumbuhan janin yang
berisiko terjadinya stunting. Faktor lainnya yang mempengaruhi stunting
adalah postur tubuh ibu pendek (genetik), jarak kehamilan yang terlalu dekat,
ibu yang masih remaja, serta asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan.
·
Faktor
Situasi Bayi dan Balita
Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir tentunya
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya termasuk risiko terjadinya stunting.
Tidak tercapainya inisiasi menyusu dini (IMD), lalu gagalnya pemberian air susu
ibu (ASI) eksklusif dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor
terjadinya stunting.
·
Faktor
Ibu Bekerja
Hal ini menyebabkan ibu bekerja akan memiliki peran
ganda, yaitu sebagai pengurus rumah tangga dan berperan dalam bidang pekerjaan.
Situasi ini menjadikan ibu pekerja tergolong dalam kelompok yang rentan memiliki
balita stunting.
Pada advokasi ini, akan difokuskan pada pencegahan
stunting yang disebabkan oleh “Faktor Ibu Bekerja”. Seperti diketahui, ibu yang
bekerja sambil mengurus anak memiliki risiko stunting pada anak yang
diasuhnya tersebut. Berdasarkan riset ilmiah menunjukkan bahwa efek buruk stunting
bagi balita yaitu:
·
Menurunnya
daya tahan tubuh anak.
·
Anak
lebih rentan terhadap penyakit
·
Ketika
dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif.
·
Balita
akan sulit mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Maka
dari itu, perlunya dilakukan advokasi kepada pemerintah atau pemangku kebijakan
agar dapat memberikan solusi bagi ibu pekerja yang sedang menjalani persalinan
agar anak mereka terhindar dari stunting. Seperti diketahui bahwa dalam
Undang-Undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, menyebutkan bahwa ibu yang
melahirkan cuti libur melahirkan sebanyak tiga bulan, yaitu 1.5 bulan sebelum
melahirkan dan 1.5 bulan setelah melahirkan. Namun, agar permasalahan stunting
dapat terselesaikan, perlu adanya agar cuti melahirkan ibu pekerja adalah 6
(enam bulan).
Saat
ini, DPR telah menggodok RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) agar advokasi
cuti ibu pekerja dapat mencapai enam bulan dapat terlaksana. DPR berpendapat
bahwa RUU KIA akan menjadi pedoman bagi negara untuk memastikan anak-anak
generasi penerus bangsa memiliki tumbuh kembang yang baik agar menjadi sumber
daya manusia (SDM) yang unggul. Salah satu poin utama yang didorong DPR adalah
cuti melahirkan bagi ibu pekerja selama 6 bulan. Tidak hanya itu, DPR juga
menginisiasi cuti ayah selama 40 hari untuk mendampingi istrinya yang baru saja
melahirkan. Selain itu, ada juga aturan mengenai penyediaan fasilitas tempat
penitipan anak (daycare) di fasilitas umum dan tempat bekerja. Menurut
DPR, RUU KIA ini menjadi salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan stunting
di Indonesia.