Saat ini, Indonesia tengah dihadapkan dengan permasalahan
pelik soal lingkungan yang disebabkan oleh sampah makanan. Dilansir dari
infografis Tirto.id di tahun 2020,
Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia setelah Arab Saudi, sebagai negara
penghasil sampah makanan terbanyak. Data tersebut menyebutkan bahwa rata-rata penduduk
Indonesia menghasilkan sampah makanan sebanyak 300 kilogram pertahunnya. Limbah
makanan di Indonesia menjadi sebuah ironi, mengingat masih banyak penduduk papa
yang masih menderita kelaparan. Untuk itu, kita perlu bertanggung jawab bersama
agar perkara sampah pangan ini bisa semakin lenyap di masyarakat.
(Sumber Gambar: Gramedia.com)
Dunia pun kini tengah menyoroti problematika ini, karena imbas
negatifnya menyangkut masalah global. Bahkan dalam buku “Homo Deus: a brief history of tomorrow” (2016) karya Yuval Noah Harari yang terkenal itu,
disebutkan bahwa surplus santapan yang melewah ruah akan menjadi ancaman penduduk
bumi di masa depan. Di masa depan, diprediksi akan lebih banyak insan yang mati
karena terlalu banyak mengonsumsi hidangan dibandingkan orang yang kelaparan.
Maka dari itu, kita perlu untuk mengubah life
style kita agar lebih efisien dan efektif dalam mengonsumsi makanan
sehari-hari. Salah satu sepak terjang skala mikro yang bisa dilakukan oleh khalayak
di manapun berada adalah dengan menerapkan gaya
hidup bebas sampah makanan pada aktivitas keseharian. Atau setidaknya, kita
bisa memulai untuk meminimalisir sampah makanan kita sendiri karena efek
buruknya bagi keuangan pribadi dan lingkungan yang begitu besar.
(Sumber Gambar: Media Indonesia)
Kita semua paham, dengan memperbanyak sampah makanan berarti
telah terjadi proses yang tidak beres sehingga mengakibatkan ketidakefisienan
dalam pemanfaatan keuangan kita. Sampah makanan yang sebenarnya dapat kita olah
kembali tersebut pada akhirnya tereliminasi dengan sia-sia, sementara itu masih
ada kandungan nilai gizi dan ekonomi di dalamnya. Selain itu, residu kudapan
juga berkontribusi secara masif terhadap munculnya gas rumah kaca, yang dapat
membuat planet semakin gerah. Dengan mengimplementasikan gaya hidup bebas sampah makanan dari sekarang, harapannya di era
anak cucu kita nanti, Indonesia sudah terbebas
sampah makanan.
Kita juga perlu mengapresiasi beberapa inisiatif positif atau
gerakan sosial di masyarakat yang perhatian terhadap fenomena ini. Misalnya
saja Bandung Food Smart City yang
mengampanyekan gaya hidup minim sampah makanan di masyarakat melalui
program-program zero food waste-nya. Bandung
Food Smart City yang diinisiasi oleh Rikolto
Indonesia (VECO), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik
Parahyangan (FISIP UNPAR), dan Pemerintah Kota Bandung, ini diharapkan bisa
menjadi embrio sekaligus percontohan food smart city bagi kota-kota besar
di Indonesia lainnya, agar mereka dapat ikut mengambil peran dalam upaya mengurangi
limbah makanan. Dengan moto: “Ambil, Makan dan Habiskan”, Bandung
Food Smart City menyerukan visi dan misinya untuk menyadarkan
masyarakat betapa pentingnya menjaga kelestarian jagat buana ini.
Melalui aksi dan persuasi semacam ini diharapkan sekitar 13 juta ton santapan yang dibuang di Indonesia setiap tahunnya dapat tereduksi. Dampak positif jangka panjang bagi alam pun juga akan terasa, seperti misalnya lahan pertanian akan semakin efektif dalam menyuplai bahan makanan ke masyarakat. Selain itu, saat ini kita juga dihadapkan dengan fenomena terdegradasinya lahan pertanian di Indonesia karena kebutuhan pembangunan perumahan, mall, kawasan industri dan pabrik.
Di samping itu, salah satu gaya hidup yang dapat membantu
kampanye dalam meminimalisir sampah makanan adalah dengan menerapkan eating clean. Eating clean sendiri merupakan gaya hidup sehat, sederhana dan
murah dengan mengonsumsi makanan yang sehat serta tepat dengan porsi yang
cukup. Sehingga penerapan pola ini tidak menyisakan makanan untuk dihambur-hamburkan
secara berlebihan lagi. Gaya hidup ini dipopulerkan oleh Inge Tumiwa-Bachrens melalui bukunya yang berjudul “Eating Clean” (2016): 20 Langkah Mudah
Membiasakan Makan Sehat. Buku tersebut memaparkan tentang pola makan sehat yang
tidak berlebihan, namun kaya akan nutrisi. Falsafah eating clean ini senada dengan semangat yang digagas oleh Bandung Food Smart City yang telah dipaparkan
di atas.
(Sumber Gambar: Mojok Store)
Bahwasannya, kita semua perlu memulai pola hidup yang
sederhana dan disiplin dalam mengonsumsi makanan seperti eating clean ini. Kita akan dituntun untuk mulai mengendalikan diri
serta selektif dalam aktivitas konsumsi, supaya makanan yang masuk ke dalam
tubuh tidak berisiko merusak kesehatan. Gaya hidup eating clean sendiri selain bermanfaat bagi tubuh karena dapat
menghalau penyakit-penyakit, juga akan berdampak positif terhadap kebersihan
lingkungan. Melalui eating clean ini,
kita akan tahu jenis makanan apa saja yang harus dikurangi dan hentikan, bagaimana
cara untuk memulai pola makan sehat yang sederhana dan mengapa kita perlu untuk
sering makan di rumah.
Eating clean lebih
menekankan kepada kita tentang bagaimana cara kita memilih jenis makanan yang
sehat untuk dikonsumsi setiap harinya. Dengan semboyan “you are what you eat”, maka setiap makanan yang masuk ke dalam
tubuh haruslah benar-benar menyehatkan, supaya efek ke dalam tubuh dan jiwanya
juga positif. Berikut ini beberapa cara supaya kita dapat menerapkan gaya hidup
eating clean antara lain:
1. Makan makanan organik
2. Minum dua liter air per hari
3. Perbanyak protein tanpa lemak, buah,
sayuran dan sedikit karbohidrat
4. Sesuaikan porsi makan dengan aktivitas
fisik
Jadi, mulai saat ini mari kita kurangi kebiasaan menimbun
sampah makanan. Kita sudah tahu, selain bermasalah bagi keuangan kita, limbah
makanan juga menyebabkan masalah iklim. Limbah makanan yang terbukang akan menciptakan
gas metana yang jauh lebih berbahaya daripada karbon dioksida. Dengan gaya
hidup eating clean, kita bisa tetap
makan enak, hemat dan ikut berkontribusi dalam menyelamatkan bumi.
Save Food!
Save Money!
Save the Planet!