Senin, 07 Mei 2012

Analisa Solutif Kemiskinan dalam Perspektif Gender


Oleh Marcha Zoraya Adista Bakti, 1006708081
Kriminologi (2010)

Hampir di seluruh dunia, kemiskinan menghiasi wajah perempuan. Setiap hari perempuan harus berjuang dengan salah satu masalah dan hambatan terbesar yang dimiliki manusia sebagai individu yang otonom yaitu kemiskinan. Adanya konstruksi budaya yang menomorduakan perempuan membuat mereka seringkali dipandang sebelah mata dalam masyarakat sosial. Hal ini membuat akses terhadap pendidikan, ekonomi serta fasilitas sosial sulit menjadi sulit bagi perempuan. Terbatasnya akses-akses tersebut membuat perempuan sulit keluar dari garis kemiskinan dan mejadi pihak yang paling menderita.
Kemiskinan sendiri didefinisikan oleh Bappenas pada tahun 2004 sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa 70% dari 1,3 miliar orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrim adalah perempuan. Perempuan ini tetap terkunci dalam kemiskinan, sering kehilangan perlindungan rumah dan suami serta kerap kali mengalami penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan seksual, prostitusi paksa bahkan mutilasi.
Di Indonesia sendiri, kemiskinan juga masih menjadi masalah yang belum dapat terselesaikan dan menyengsarakan warganya terutama perempuan. kemiskinan inilah yang menghambat tercapainya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. menurut UNDP, terdapat 3 indikator kesejahteraan yaitu (1) manusia, panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), (2) pendidikan (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan (3) memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli atau PPP, penghasilan).
Apabila realitas sosial perempuan dikaitkan dengan indikator kesejahteraan tersebut, kita dapat melihat Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tinggi. AKI merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Dilihat berdasarkan propinsi di Indonesia, jumlah kematian ibu diperkirakan mencapai 11.534 di tahun 2010. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007 memperlihatkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedang angka kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup.
Kondisi pendidikan perempuan Indonesia pun lebih rendah dibanding mayoritas Negara anggota ASEAN lainnya. Data dari BPS tahun 2009 menunjukan bahwa 75.69% perempuan usia 15 tahun keatas hanya berpendidikan tamat SMP ke bawah, dimana mayoritas perempuan hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD, yakni 30.70%. Semakin tinggi tingkat pendidikan, persentase partisipasi pendidikan perempuan semakin rendah, yaitu SMA (18.59%), Diploma (2.74%) dan Universitas (3.02%).
Selain itu, jumlah perempuan Indonesia yang sudah melek huruf masih rendah. Hal itu terbukti dari masih tingginya jumlah perempuan yang buta aksara di berbagai kalangan. Jumlah perempuan buta aksara sekitar 6,5 juta orang, sisanya laki-laki atau 3,5 juta orang. Dari data yang dihimpun Kemendiknas angka buta aksara per Desember 2009, sebesar 8,2 juta orang. Diantaranya sekitar 64 % atau sekitar 6,5 juta adalah perempuan dan sisanya sisanya laki-laki atau 3,5 juta orang. Hal ini menunjukan bahwa jumlah buta huruf perempuan di Indonesia 2 kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.
Berdasarkan data BPS tahun 2009, hanya 47,2 persen dari total 84,62 juta jumlah usia produktif wanita Indonesia yang bekerja. Sementara mengacu pada data BPS pada 2009, secara keseluruhan upah rata-rata yang didapatkan wanita 25 persen lebih rendah dibandingkan dengan upah rata-rata pria.
Dari data ini kita melihat bahwa tingkat pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup perempuan di Indonesia masih sangat rendah. Selain itu perempuan masih banyak mendapatkan upah diskriminatif dimana perempuan mendapatkan upah lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini membuat tingkat kemiskinan di kalangan perempuan sangat tinggi dan perempuan memiliki proporsi besar dari penduduk miskin. Sebenarnya perempuan merupakan pihak yang sangat rentan, paling menderita dan merupakan korban tersembunyi (hidden victim) dalam kemiskinan.
Perempuan menjadi pihak yang sangat menderita dalam kemiskinan karena mereka seringkali mengalami viktimisasi berlapis dimana perempuan mendapatkan viktimisasi atas peran gender dan status sosial yang dimilikinya. perempuan dalam hal ini adala kelompok yang rentan mengalami kekerasan dan diskriminasi . Dengan peran ganda yang dimilikinya, perempuan dengan upah, pekerjaan, kerentanan terhadap kekerasan dan perlakuan yang diskriminatif serta tanggung jawab yang besar terhadap keluarga memberikan beban tambahan bagi perempuan yang berada dalam kemiskinan.
kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Indonesia adalah kemiskinan majemuk dalam arti kemiskinan yang terjadi bukan hanya kemiskinan sandang pangan, tetapi juga kemiskinan identitas, informasi, akses, partisipasi dan kontrol. Oleh karena itu menurutnya, sebagian besar perempuan Indonesia adalah miskin karena tidak hanya secara ekonomi mereka terkebelakang tetapi juga dalam hal keterbatasan akses terhadap informasi, pendidikan, politik, kesehatan dan lain-lain, partisipasi mereka pun kurang diberi tempat.
Salah satu upaya dunia untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan adalah dikeluarkanya Milleneum Development Goals (MDG’s) melalui PBB. Milleneum Development Goals atau sasaran pembangunan milenium merupakan program yang berkomitmen untuk mewujudkan 8 tujuan pembangunan yang salah satunya adalah mengurangi kemiskinan guna mencapai pembangunan manusia yang sejahtera dan bermartabat. Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia berkomitmen untu mewujudkan 8 sasaran dari pembangunan milenium dan turut serta dalam upaya pengentasan kemiskinan serta kelaparan guna mensejahterakan masyarakatnya.
Di Indonesia upaya pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah melalui berbagai program baik melalui pendekatan top down maupun buttom up. Program tersebut antara lain Usaha ekonomi desa (UED), jaring pengaman sosial (JPS), kredit usaha keluarga sejahtera (KUKESRA), P2WKSS, bantuan langsung tunai (BLT), community based development (CBD) dan lain-lain. Namun demikian sampai saat ini, jumlah penduduk miskin di Indonesia secara umum cukup banyak dan bahkan program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan belum terlalu sensitif gender karena tidak ditujukan pada perempuan.
Apabila perempuan tidak dijadikan target sasaran pengentasan kemiskinan dan analisis gender tidak digunakan untuk melihat akar penyebab kemiskinan, maka program-program pengentasan kemiskinan tidak akan bisa menjangkau kebanyakan perempuan yang memiliki keterbatasan akses terhadap ruang publik. Padahal dalam konteks kemiskinan, perempuan secara nyata menjadi kelompok yang paling rentan, menderita dan menjadi korban. Oleh karena itu sangat diperlukan kebijakan yang berperspektif gender dalam upaya pengentasan kemiskinan dan kelaparan sebagai tujuan dari Millenium Development Goals (MDG’s).
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan betapa pentingnya perspektif dan analisis gender digunakan dalam penyusunan program pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah harus mengintegrasikan perspektif gender dalam strategi, program, aksi intervensi, pemantauan dan evaluasinya serta harus melibatkan kaum perempuan yang selama ini sering mengalami kemiskinan. Dengan ini diharapkan kemiskinan berbasis gender dan kemiskinan pada umumnya dapat teratasi dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia khusunya perempuan.















Daftar Pustaka
1. Agustini, E. Pakasi., dkk. (2006). Potret Kemiskinan Perempuan. Jakarta: Women Research Institute.
2. Institute for the Prevention of Crime. (2008). Homelessness, Victimization and Crime: Knowledge and Actionable Recommendations. Faculty of Social Science University of Ottawa: Canada.
3. Jackson, Cecile. (1998). Women and Poverty or Gender and Well Being. Journal of International Affairs Vol. 52 No. 1 page 67
4. http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4044&Itemid=29 diunduh pada 15 April 2012 pukul 09:15.
5. http://www.womenforwomen.org/news-women-for women/assets/files/MDG_Briefing.pdf diunduh pada 14 April 2012 pukul 19:06.
6. http://www.undp.or.id/archives/pressrelease/Indikator%20Indonesia
%20ID.pdf diunduh pada 14 April 2012 pukul 18:22.
7. http://www.bkkbn.go.id/berita/Pages/Kematian-Ibu-Melahirkan-di-Indonesia-Masih-Tinggi.aspx diunduh pada 15 April 2012 pukul 10:42.
8. http://www.bappenas.go.id/blog/?p=297 diunduh pada 15 April 2012 pukul 10:50.
9. http://www.sampoernafoundation.org/in/what-we-do/858.html diunduh pada 14 April 2012 pukul 21:10.
10. http://www.republika.co.id/berita/shortlink/104984 diunduh pada 18 April 2012 Pukul 23:08.
11. http://lifestyle.okezone.com/read/2011/06/14/196/468378/miris-upah-wanita-25-persen-lebih-rendah-dari-pria diunduh pada 21 April 2012 pukul 14:17.
12. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/feminisasi%20kemiskinan%20%20dalam%20%20kultur%20patriarki.pdf diunduh pada 21 April 2012 pukul 22:35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar