Agama merupakan salah satu bentuk kasih sayang
Tuhan kepada manusia berupa petunjuk untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
baik. Oleh karena itu agama diharapkan dapat memberikan solusi untuk berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Salah satunya, agama diharapkan mampu
memberikan kedamaian dalam kehidupan manusia.
Akan tetapi, tidak jarang kita mendengar
berbagai masalah yang bermuara pada agama. Tentu hal ini menjadi suatu hal yang
kontra dari idealisme yang dijunjung oleh agama. Bahkan, masalah yang muncul
tidak jarang terjadi karena perbedaan yang akhirnya menjadi pemicu mengalirnya
darah manusia.
Sebagaimana kita ketahui, agama bersandar pada
teks-teks suci yang menjadi pedoman bagaimana agama seharusnya dijalankan.
Memang, teks suci merupakan firman dari Tuhan. Akan tetapi, penafsiran tidak
pernah lepas dari kemampuan, pola pikir, pengalaman spiritual, dan metode yang
dipergunakan oleh penafsir. Perbedaan-perbedaan inilah yang sering menjadi
pemicu permusuhan antara satu pihak dengan pihak lain.
Merasa bahwa apa yang ada di dalam pikirannya
paling benar dan hasrat untuk menyeragamkan besar merupakan sebuah kewajaran.
Akan tetapi, cara yang dipergunakan adalah masalah yang harus diperhatikan.
Pada zaman dahulu, para cendekiawan agama akan
melawan pemikiran dengan pemikiran. Oleh karena itu, muncul berbagai karya
tulis yang saling berbantahan antara
satu dengan yang lain. Akan tetapi, sekarang perbedaan tidak lagi dilawan
dengan pemikiran. Pukulan, dan pentungan menjadi sebuah senjata untuk melawan
perbedaan dengan tujuan untuk menyeragamkan. Mungkin pada masa kenabian jalan
tersebut masih dimaklumi karena pemegang otoritas kebenaran agama masihlah
tunggal. Akan tetapi, sekarang agama merupakan tafsiran dari individu-individu
yang tidak mungkin memiliki otoritas kebenaran tunggal atas
sebuah agama. Relativitas kebenaran atas suatu agama menjadi suatu kemutlakan.
Kekerasan untuk menyeragamkan merupakan sebuah
bentuk degradasi atas substansi agama. Agama tidak lagi menjadi petunjuk untuk
memberikan ketenangan bagi kehidupan manusia, bahkan agama menjadi pemberi
legitimasi untuk mengalirkan darah dengan dalih membela Tuhan.
Hal ini tentu disayangkan ketika agama tidak
lagi menjadi pemberi kedamaian bahkan cenderung menjadi sebuah alat teror.
Hal-hal tersebut mencoreng agama karena telah keluar dari fitrah sebagaimana
agama seharusnya dijalankan. Perbedaan sudah dijelaskan oleh tuhan dalam kitab
suci sebagai sebuah keniscayaan. Melihat hal itu, masihkan kita akan memaksakan
kehendak untuk menjadi sama dengan jalan kekerasan?
Kunto Hedy Nugroho
Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Universitas Indonesia
Aktivis Pro Perdamaian Antar Umat Beragama Internasional Global Peace Foundation (Indonesian Youth Forum 2012)