Permasalahan sampah di desa selalu menjadi perhatian saya. Dari lahir sampai dewasa, saya hidup di desa dan melihat sampah merupakan problematika yang sulit untuk dihilangkan. Terutama budaya membuang sampah di sungai yang dianggap lumrah bagi masyarakat desa. Seperti yang kita ketahui, bahwa kebiasaan membuang sampah di sungai merupakan perilaku yang merugikan masyarakat luas dan tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan adanya efek buruk yang dapat mencemari ekosistem air. Sampah yang terperangkap di sungai dapat mencemari air, mengurangi kadar oksigen dalam air dan menghambat pertumbuhan makhluk hidup di dalamnya. Hal ini tentunya dapat berdampak negatif pada kehidupan akuatik dan habitat hewan di sekitarnya.
Air sungai yang tercemar oleh sampah dapat berdampak
buruk pada kesehatan manusia juga. Sampah organik yang membusuk di aliran sungai
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri dan wabah penyakit. Selain itu, jika
masyarakat menggunakan air sungai sebagai sumber air minum atau untuk keperluan
rumah tangga lainnya, kualitas air yang buruk dapat menyebabkan penyakit
seperti diare, kolera dan infeksi lainnya.
Sampah yang terus-menerus dibuang ke sungai dapat
mencemari lingkungan secara keseluruhan. Hal yang sering kita jumpai dari
kebiasaan membuang sampah terus-menerus ke sungai adalah penyumbatan aliran
air, yang dapat menyebabkan banjir. Saya yang rumahnya di tepian sungai, telah melihat
fenomena tersebut setiap hari. Namun, sulit sekali untuk memberikan pengertian
ke masyarakat agar mereka dapat mengelola sampah domestiknya agar tidak dibuang
ke sembarang tempat, termasuk sungai. Biasanya, jika saya menegur warga untuk
tidak membuang sampah ke sungai, hal tersebut justru menimbulkan pertanyaan
baru dari mereka. Lalu, sampahnya dibuang kemana?
Dari situlah, muncul sebuah solusi. Selama lima tahun
terakhir ini, di desa saya sudah mulai dibangun sebuah Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) yang tujuannya adalah mengelola sampah warga. Iurannya pun tergolong
ringan, dan bisa menjadi solusi bagi warga yang kebingungan untuk membuang
sampah. Mulai dari solusi tersebut, masalah sampah yang dibakar hingga
menimbulkan polusi udara pun semakin menurun. Meskipun masih ada masyarakat
yang tetap membakar sampah dan membuangnya ke sungai, saya akan terus
mengingatkan ke mereka agar segera ikut iuran sampah. Namun, berdasarkan
berbagai penelitian ilmiah, mengubah perilaku merupakan perkara yang sangat sulit.
Hal itulah yang saya alami di masyarakat desa di dekat tempat saya tinggal.
Inisiatif Diri Sendiri
Saya pun berinovasi bagaimana caranya agar masyarakat
mulai tergerak untuk mengelola sisa sampah domestiknya. Maka dari itu, saya
membuka sebuah usaha kecil-kecilan yang bernama “Variegrow” dengan produk
berupa pupuk cair organik dari sisa dapur. “Variegrow” ini saya dirikan pada
tahun 2021 saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Saat itu, tren tanaman hias
di Indonesia sedang marak-maraknya, serta gaya hidup konsumsi produk organik
juga sedang digencarkan. Hal tersebut yang membuat “Variegrow” menjadi produk
pupuk cair organik yang cukup digemari di kalangan lokal regional.
Dari pengalaman itulah, saya mulai membuat modul
pelatihan digital yang berisi bagaimana cara membuat pupuk cair organik dari
sisa bahan rumah tangga. Materi tersebut saya sebarkan di grup WhatsApp secara
gratis agar teman-teman bisa mengaksesnya dan mengimplementasikannya. Beberapa
kali saya menggelar Live Instagram beserta tanya jawab di dalamnya seputar
pertanian dan pembuatan pupuk cair organik. Berdasarkan pengalaman saya
tersebut, saya menyimpulkan satu hal. Ramah lingkungan dapat dimulai dari diri
sendiri. Itulah konsep role model yang perlu disadari oleh masing-masing
individu agar lingkungan sekitar senantiasa lestari karena perbuatan kita.
Membangun Kesadaran Masyarakat
Untuk mengatasi masalah yang sangat holistik tersebut,
penting juga untuk membangun kesadaran masyarakat tentang urgensi menjaga
kebersihan sungai dan membuang sampah dengan benar. Diperlukan pendidikan dan
kampanye yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam membuang
sampah ke sungai. Selain itu, pemerintah dan otoritas terkait juga harus
bertanggung jawab dalam menyediakan infrastruktur pengelolaan sampah yang
memadai, seperti tempat sampah yang cukup dan sistem pengolahan limbah yang
efektif.
Hal yang akan saya lakukan kedepannya adalah membuat program
kampanye sosial melalui platform digital di “Variegrow”. Kampanye ini
akan saya kolaborasikan dengan komunitas pecinta lingkungan dan alam. Saya
yakin, dengan melibatkan warga setempat, organisasi non-pemerintah dan
pemerintah daerah akan membuat program kampanye lebih berdampak luas. Selain
itu, dengan keuntungan “Variegrow”, sedikit demi sedikit, saya akan membangun
infrastruktur pengelolaan sampah, seperti menyediakan tempat sampah yang cukup
dan strategis di tempat-tempat umum, termasuk di sepanjang sungai. Terakhir,
saya juga akan mengajak tokoh masyarakat untuk dapat menjadi contoh teladan
dengan menunjukkan perilaku yang benar dalam membuang sampah. Jika masyarakat
melihat pemimpin mereka mempraktikkan tindakan yang baik, mereka lebih
cenderung mengikuti jejak tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar