Saat
masih kelas 3 SD, saya selalu mendambakan bisa berkesempatan untuk berkunjung
ke Museum Purbakala Sangiran bersama keluarga. Berawal dari tayangan di
televisi yang rutin mengulas dunia fauna, saya sangat tertarik dengan dunia hewan.
Terlebih, saat masih kecil saya begitu menyukai makhluk purba dinosaurus
ataupun benda purbakala lainnya. Memang, waktu itu menjadi arkeolog adalah
sebuah impian besar saya. Hal inilah yang membuat masa kecil saya itu dipenuhi dengan
petualangan mencari fosil, yang dilakukan di sekitar rumah atau pelosok desa.
Kekurangan ilmu dan informasi di masa kecil tersebut membuat saya percaya bahwa
di semua tempat, jika digali akan ada artefak ataupun fosil makluk purba.
Biasanya
saya mencari fosil di pematang sawah, tepian sungai atau di kebun-kebun
tetangga. Dan tentu saja hasilnya nihil. Namun, beberapa kali saya juga
beruntung mendapatkan bongkahan atau serpihan benda yang saya yakini adalah
fosil, ketika tetangga saya mengeruk pasir sungai atau wadas sebagai bahan
bangunan. Saya pun senang sekali berhasil menemukan fosil kepiting, cetakan
daun dan serpihan tulang hewan. Hasil termuan tersebut saya koleksi dan saya
buat miniatur museum di rumah sendiri.
Melihat
putranya begitu tertarik terhadap benda-benda purbakala tersebut, bapak merekomendasikan
saya untuk mengunjungi Museum Purbakala Sangiran. Jika ada kesempatan, kami pun
akan berencana pergi kesana. Saat itu tahun 1999. Waktu berlalu, sampai
sekarang tahun 2020 saya baru sadar belum pernah berkunjung ke Museum Sangiran
tersebut. Entah karena lupa atau mungkin ada prioritas yang harus didahulukan.
Namun, setelah 20 tahun sejak peristiwa pencarian fosil di pekarangan rumah
tersebut, saya kembali teringat akan Museum Sangiran dan mulai bernostalgia saat
masa kecil penuh imajinasi.
Kini
saya sudah punya seorang putra yang berusia kurang lebih 1.5 tahun. Sama
seperti ayahnya waktu kecil, dia juga begitu menyukai dinosaurus: semua baju,
buku dan video hiburannya adalah tentang dinosaurus. Dia pun sudah bisa
mengenali berbagai macam dinosaurus, baik di buku, televisi atau di poster.
Jika saya bertanya nama dinosaurus, dia sudah bisa menunjukknya dengan tepat,
seperti misalnya Diplodocus, Quatzalcoatlus, Kentrosaurus, Iguanadon, Stegosaurus, Tyranosaurus, Elasmosaurus
dan lain sebagainya. Dia juga sudah bisa menyebutkan (walau menyebut dengan
kosakata belum sempurna) fosil dinosaurus yang saya maksud adalah jenis apa,
tatkala saya menunjuk gambarnya. Jika anak saya sudah besar nanti, saya ingin
mengajaknya ke Museum Purbakala Sangiran supaya dia melihat berbagai macam
koleksi makhluk purba disana.
Museum Purbakala Jaman Now
Saya
berharap, museum purbakala yang diinisiasi oleh paleontolog dan geolog, Gustav
Heinrich Ralph von Koenigswald itu di masa depan dapat semakin berkembang dan
menjadikannya sebagai pusat pengetahuan biologi dunia. Tak hanya itu, kita juga
perlu menyulap museum purbakala ini supaya terkesan kekinian dan memuat spirit “jaman now”. Untuk itu,
ada beberapa saran supaya kampung purba Sangiran ini punya magnet besar bagi para
pengunjung, terutama untuk generasi alpha (lahir di antara tahun 2010 – 2024),
yang cenderung mengutamakan kemutakhiran teknologi informasi.
Kelompok
masyarakat inilah yang begitu gemar akan kecanggihan inovasi pada sebuah
museum. Sebab, mereka lahir dan tumbuh besar dengan gawai pada genggaman.
Mereka cenderung kurang menyukai hal-hal yang bersifat konvensional dan ketinggalan
jaman. Untuk menyasar generasi alpha, kita perlu berinovasi dalam hal
digitalisasi produk museum. Hal ini dilakukan supaya kedepannya generasi baru
tersebut akan tertarik mengunjungi atau memanfaatkan produk Museum Sangiran.
Nantinya mereka akan menganggap Museum Sangiran sebagai pusat pendidikan yang
wajib untuk dikunjungi karena di dalamnya berisi konten informasi purbakala
yang canggih.
Selama
ini kita ketahui bahwa kata “museum” masih identik dengan kesan “kuno”.
Terlebih bagi museum purbakala. Maka dari itu, kita perlu meng-upgrade-nya dari segi infrastruktur
ataupun teknologinya. Siapa tahu, Museum Sangiran bisa berkembang hingga
sebesar dan seterkenal Utah Prehistoric
Museum, Museum für Naturkunde, Field Museum, Zigong Dinosaur Museum dan Iziko
Museum. Karena saya yakin, koleksi di Sangiran tidak kalah lengkap dengan
semua museum prasejarah internasional tersebut. Terbukti, dari semua fosil
manusia purba di Indonesia menjadi pokok bahasan yang signifikan dalam buku
fenomenal dan best seller “Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia”
karya Yuval Noah Harari. Harari menjelaskan bahwa fosil Manusia Jawa Purba di
Museum Sangiran tersebut telah melengkapi mata rantai evolusi yang ada di
dunia.
Hal
yang kita bisa petik dari kecanggihan museum prasejarah internasional adalah
bahwa: “koleksi boleh saja purba, namun inovasi yang ada di dalamnya turut
mengikuti perkembangan teknologi dalam masyarakat dunia 4.0”.
Buku dan Video Animasi
Dalam
ilmu digital marketing, konten
seperti infografis dan video atau gambar bergerak merupakan elemen penting
dalam efektivitas pemasaran di internet. Masyarakat “jaman now” cenderung akan mudah terpikat dengan strategi marketing jenis ini, karena mereka
banyak menghabiskan waktunya berselancar di dunia maya. Maka dari itu, Museum Sangiran
perlu mendalami strategi promosi ini, supaya daya jelajah pemasarannya bisa
merambah ke seluruh nusantara. Jadi strategi pemasaran yang dijalankan nanti sudah
tidak konvensional, serta semuanya dapat diakses melalui website resmi yang
menarik tentunya. Ditambah lagi, perlu adanya optimalisasi media sosial supaya
bersifat lebih interaktif dengan konten segar.
Memang,
untuk membangun lingkungan kerja modern semacam ini dibutuhkan pelatihan dan
pengembangan yang besar-besaran, dari segi infrastruktur sampai dengan sumber
daya manusia (SDM). Ini merupakan tujuan jangka panjang bagi Museum Sangiran. Namun,
ada juga pengembangan dan inovasi jangka pendek yang bisa dilakukan oleh pihak
Museum Sangiran saat ini. Misalnya, pihak museum perlu melakukan inovasi terhadap
media informasi dengan membuat konten buku yang di dalamnya penuh dengan animasi
tentang koleksi benda purbakala di Sangiran. Animasi adalah cara yang efektif
supaya suatu produk bisa disukai oleh semua kalangan, dari balita sampai orang
dewasa.
Buku-buku
yang berisi animasi tentang koleksi purbakala dan dikemas dalam format fabel
(cerita anak-anak) misalnya, sangat penting untuk dibuat. Buku ini efektif untuk
memperkenalkan sekaligus sebagai media edukasi bagi anak-anak balita. Seperti
diketahui, penjualan genre buku
anak-anak merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Jadi, kita perlu
memanfaatkan peluang ini. Dari Museum Sangiran akan mendapatkan pemasukan dari
penjualan publikasi buku anak-anak tersebut sekaligus mendapatkan promosi untuk
datang ke museum.
Berdasarkan
pengalaman, anak-anak cenderung menyukai hewan purba yang gagah dan sangar semacam
gajah purba alias mammoth, macan
purba ataupun kura-kura purba. Hewan-hewan tersebut sekiranya dapat menjadi referensi
untuk membuat ide animasi di dalam publikasi buku, yang tentunya sangat
potensial untuk dikomersialisasikan. Sasaran konten animasi purbakala ini nantinya
dapat ditujukan untuk menarik minat anak-anak, khsusunya balita yang masih bermain
di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ataupun Pra-PAUD.
Selanjutnya,
konten animasi tersebut dapat dikembangkan ke dalam format video edukatif.
Seperti kita ketahui bahwa kelebihan fitur media sosial saat ini adalah
menyampaikan beraneka macam hiburan yang informatif dalam berbagai bentuk
gambar bergerak. Tentunya, konten animasi video ini sangat efektif dalam
menarik perhatian khalayak di media sosial. Masyarakat cenderung akan lebih
mudah menyukai dan nyaman dalam menyerap konten video animasi koleksi benda
purbakala di Museum Sangiran. Kita perlu belajar dari perusahaan hiburan dan
edukasi anak-anak, Pinkfong asal Korea Selatan yang mengupas habis animasi dinosaurus
menjadi sesuatu yang menyenangkan. Menjadi lagu yang berisi informasi yang
mendidik. Keberhasilan video animasi Pinkfong dalam mengemas konten purbakala dapat
kita petik ilmunya.
Dari
semua saran yang diberikan, ada inovasi terkini yang telah dikembangkan oleh
Museum Sangiran yang patut diapresiasi. Kita perlu bangga bahwa saat ini,
Museum Sangiran tengah mengembangkan layanan virtual museum yang dapat diakses oleh masyarakat luar kota atau
daerah manapun. Dengan mengakses virtual
museum tersebut, penonton akan disajikan lokasi nyata dari segala penjuru Museum
Sangiran melalui video yang dapat diarahkan sesuka hati. Masyarakat umum tentunya
dapat mengaksesnya melalui situs kebudayaan.kemendikbud.go.id, website sangiran.sragenkab.go.id dan
berbagai saluran video di youtube tentang Museum Purbakala Sangiran.
Lomba Mapel
Inovasi
dalam dunia natural science museum
seyogianya juga merambah pada aspek scientific.
Lalu, apa yang bisa dilakukan?
Seperti
diketahui bahwa saat ini di Kabupaten Sragen sendiri telah beberapa kali
menyelenggarakan Festival Sangiran Purba yang berlokasi di Museum Sangiran.
Festival tersebut menampilkan beragam budaya, seperti Campursari Dewandaru,
Gamelan Kontemporer, Tari Purba, Gejlok Lesung sampai Tari Sangir. Terlaksananya
acara ini tentunya perlu diapresiasi dan patut dilestarikan. Mengingat, beragam
arus budaya luar akibat globalisasi, telah hilir mudik masuk ke Indonesia
begitu pesatnya melalui berbagai kanal informasi. Festival Sangiran Purba ini membawa
angin segar dalam solusi atas pelestarian budaya bangsa.
Setelah
sukses dengan festival tersebut, ada beberapa masukan yang dapat diterapkan.
Seperti kita ketahui bahwa selain sebagai pusat pelesatarian budaya nusantara,
Festival Kampung Purba bisa menjadi ajang kompetisi sains bagi pelajar di
seluruh Indonesia. Bahwasannya, Museum Sangiran merupakan pusat pendidikan di
Indonesia, bahkan sumber yang sangat diperhitungkan dalam peta pengetahuan
dunia, khususnya biologi dan arkeologi. Maka dari itu, saran dalam hal ini
adalah dengan mengadakan lomba mata pelajaran (mapel) tingkat nasional yang
sarat dengan unsur akademik.
Museum
Sangiran nantinya dapat bekerjasama dengan Universitas dan Institusi Pendidikan
yang ada jurusan Arkeologi, Geografi dan Geologi, dalam menyelenggarakan lomba
mapel tersebut. Kampus tersebut juga dapat berkontribusi untuk terlaksananya
acara tersebut. Konsepnya mungkin dapat dijabarkan mirip Olimpiade Sains
Nasional (OSN), namun lebih banyak berisi soal tentang kepurbakalaan di
nusantara beserta kebudayaannya. Lomba mapel arkeologi, geografi dan geologi
ini rasanya pas untuk dikompetisikan bagi jenjang pendidikan tingkat SMA atau
sederajat.
Poin
penting dalan penyelenggaraan lomba mapel ini adalah untuk menunjukkan bahwa museum
sangiran adalah pusat ilmu pengetahuan dunia. Tentunya, kegiatan tersebut
mengamini visi “Sangiran Untuk Pendidikan” dan dari sangiran untuk ilmu
pengetahuan dunia. Semoga saran sederhana ini bisa menjadi masukan yang
konstruktif bagi perkembangan Museum Purbakala Sangiran, sehingga destinasi
wisata edukatif ini dapat menjadi sebuah kampung purba 4.0.